Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Obrolin Garuda Yuk...

Kompas.com - 24/10/2021, 19:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bayangkan, jalur penerbangan di Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan adalah jalur penerbangan yang “pasti” sekali lagi “pasti” akan menjanjikan keuntungan yang besar. Jalur penerbangan umrah dan haji di Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah jalur penerbangan yang tidak hanya “pasti” akan tetapi “mbahnya pasti” memberikan keuntungan besar terutama secara finansial.

Baca juga: Nasib Garuda di Ujung Tanduk

Maskapai apapun, apakah Garuda, Pelita atau apa saja bila ditugaskan menjalankan amanah perhubungan udara di Indonesia pasti akan untung. Jalur penerbangan yang menghubungkan kota kota besar di Indonesia dan di kawasan regional serta beberapa kota terkenal di dunia adalah lahan penghasil pendapatan negara yang tersedia.

Jalur penerbangan untuk rute umrah dan haji adalah lahan yang sangat menjanjikan pemasukan dana besar bagi negara. Kedua model jejaring perhubungan udara tersebut sudah selayaknya diberlakukan sebagaimana ditentukan dalam konstitusi, yaitu ditujukan semata untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.

Kedua model jejaring perhubungan udara itu adalah laksana sumber daya alam yang tidak ada batasnya bahkan akan terus berkembang. Tidak ada batasnya, dalam arti selama Indonesia masih beruwjud negara kepulauan dan penduduknya masih tetap beragama Islam.

Pertanyaan yang segera muncul adalah lalu mengapa Garuda tidak bisa mengemban amanah itu. Mengapa Garuda gagal mengelola sumber daya alam yang tidak terbatas itu. Mengapa Garuda kerap mengalami “demam” (kesulitan keuangan) yang berulang ulang.

Mengapa pula MNA, maskapai penerbangan milik pemerintah yang satu spesies dengan Garuda sudah lebih dahulu “meninggal dunia”. Mengapa maskapai-maskapai lainnya tidak pula berhasil sukses di tengah lumbung padi rute gemuk di dalam negeri. Di tengah lumbung padi rute penerbangan umrah dan haji.

Mengapa maskapai-maskapai baru yang bermunculan tidak juga berhasil dan bahkan sering mengalamai kecelakaan fatal yang sangat memalukan. Mengapa dan mengapa dan masih banyak pertanyaan lain berkait dengan itu.

Kita harus mengakui bahwa untuk sementara kita “gagal”mengelola sumber daya alam yang sangat menjanjikan. Kita “gagal” mengelola maskapai penerbangan.

Apabila mau merenung sejenak saja, maka dengan mudah kita akan memperoleh jawaban jitu atas semua yang terjadi. Paling tidak ada dua hal utama yang menjadi penyebab maskapai penerbangan di Indonesia “kurang berhasil”.

Ada yang salah dalam sistem pengelolaan maskapai penerbangan di Indonesia. Pertama adalah kita belum memiliki cukup tenaga profesional di bidang penerbangan, khususnya dalam pengetahuan manajemen bisnis dari sebuah maskapai penerbangan dan juga termasuk dalam bidang manajemen bisnis pada pengelolaan bandara.

Penerbangan adalah bidang yang relatif masih baru berkembang yaitu dimulai pada tahun 1903. Penerbangan adalah masih berstatus sebagai new kid on the block. Akan tetapi sangat berbeda dengan bidang lainnya, perkembangan teknologi penerbangan berjalan “sangat – amat cepat”.

Dunia penerbangan adalah dunia yang sangat amat dinamis. Kenyataan ini sebenarnya telah disadari sejak awal tahun 1950-an, sehingga pemerintah mendirikan API – Akademi Penerbangan Indonesia untuk menjawab tantangan dinamika dunia penerbangan yang dinamis itu. Tenaga – tenaga pilot, teknisi, air traffic controller dididik atas biaya pemerintah untuk segera mengisi tenaga professional di bidang penerbangan.

Baca juga: Bos Garuda Indonesia Tanggapi Kabar soal Opsi Pailit

Sayangnya adalah pemerintah ketika itu belum berpikir untuk juga membuka pendidikan staf dan manajemen bagi tenaga profesional yang up to date yang akan duduk dalam jajaran manajemen maskapai penerbangan dan bandara.

Pengalaman membuktikan bahwa jajaran manajemen di sebuah maskapai penerbangan tidak bisa diambil comot sana comot sini. Walau dari mereka yang pintar, cerdas dan telah berhasil sukses di bidang kerja sebelumnya.

Maskapai penerbangan adalah perusahaan yang sangat berbeda anatominya, di samping sifatnya yang teknis dan sangat sensitif terhadap dinamika kemajuan teknologi. Jajaran manajemen sebuah maskapai penerbangan harus berkembang dari dalam maskapai itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com