Sekembalinya ke Tanah Air, pada 2009, ia kembali menjalani profesi yang sama di Pulau Bali.
“Biasalah, kalau pekerjaan seperti ini kita dapat dari kenalan atau dibawa mandor. Modalnya ya sama-sama percaya saja,” kata Mariono.
Dengan pengalaman yang lama di sektor konstruksi, Mariono sudah menguasai berbagai keahlian di bidang pekerjaan ini. Ia juga sudah memahami berbagai seluk beluk lainnya yang kerap merugikan pekerja.
Akan tetapi, ia bertahan karena harus menghidupi istri dan kelima anaknya.
“Ditipu ya sudah pernah juga. Bukan cuma sekali malahan. Banyaklah ceritanya. Mandornya kabur bawa uang pekerja, pembayaran upah telat, atau tidak dibayar sama sekali,” ungkap Mariono.
“Kalau sudah begitu ya bingung juga. Mana mau bayar uang sekolah anak, bayar cicilan, beli susu. Tapi mau bagaimana lagi, situasinya ya begitu,” lanjut Mariono.
Baca juga: Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Turun Berasal dari Penerima Upah dan Jasa Konstruksi
Berulang kali mengalami kehilangan hak yaitu upah yang tak dibayar, membuat Widhianto dan Mariono berusaha mencari jalan yang lebih baik.
Keduanya kemudian menemukan Komunitas Sedulur Gravel yang mempertemukan para pekerja konstruksi dalam suatu wadah.
Widhianto bergabung di komunitas ini sejak Februari 2020. Sementara, Mariono mengaku mengetahui komunitas ini saat berselancar di media sosial Facebook.
“Kan ada grup pekerja bangunan gitu, terus ada informasi soal Komunitas Sedulur Gravel ini. Saya coba gabung saja, namanya usaha, siapa tahu bisa mendapatkan kesempatan yang lebih baik,” kata Mariono.
Mariono juga bergabung di Sedulur Gravel sejak Februari 2020. Kala itu, dampak pandemi Covid-19 mulai terasa.
Dari Bali, ia pindah ke Banten, daerah asal istrinya untuk melanjutkan mengadu nasib. Proyek-proyek di Pulau Dewata mulai sepi.
Setelah bergabung di Komunitas Sedulur Gravel, keduanya bisa berkomunikasi dengan sesama pekerja konstruksi lainnya dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang. Melalui komunitas ini pula mereka mendapatkan berbagai proyek pekerjaan.
Situasinya jauh berbeda. Tak ada lagi cerita upah telat dibayar.
“Saya awalnya diajak teman saya yang sudah gabung di Komunitas Sedulur Gravel ini. Pas juga enggak lama pandemi. Jadi bersyukur saja, karena sejak di komunitas ini, ada saja proyek. Lebih pasti lah,” ujar Widhianto.