Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dua Pekerja Konstruksi, Ditipu Tak Dapat Upah hingga Berhasil Wujudkan Mimpi

Kompas.com - 26/10/2021, 15:44 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Pembayaran upah, lanjut Widhianto, dibayarkan sesuai hak sehingga tak ada kekhawatiran di benaknya. Dengan adanya kepastian penghasilan, Widhianto kini mulai mewujudkan mimpinya.

“Saya mulai membangun rumah sendiri di Wonogiri. Harapannya suatu saat bisa kembali ke kampung halaman, sudah punya rumah. Sebelumnya, saya enggak kebayang, akhirnya mampu juga membangun rumah,” kata dia.

Sebelumnya, Widhianto tak berani mewujudkan mimpinya karena alasan ketidakpastian penghasilan. Berulang kali mengalami kehilangan upah karena tak dibayar.

“Sekarang enggak ada kekhawatiran itu lagi, karena kerja hari itu, langsung dapat upah. Saya jadi berani merencanakan sesuatu untuk masa depan,” lanjut Widhianto.

Demikian pula Mariono. Impian jangka panjangnya juga membangun rumah yang mapan untuk keluarga. Ia yakin, suatu saat impian ini akan terwujud.

Targetnya saat ini, bisa menyisihkan penghasilan untuk kelanjutan pendidikan kelima anaknya. Anak sulung Mariono kini tengah menempuh kuliah di sebuah universitas di Pandeglang, Banten. Anak keduanya baru lulus SMK, anak ketiga dan keempat duduk di kelas 1 dan kelas 3 SMK, sementara anak bungsunya masih duduk di bangku TK.

“Mudah-mudahan semua nanti bisa mengikuti jejak kakaknya sampai kuliah. Itu keinginan saya. Sekarang saya berani berharap begitu, karena proyek Alhamdulillah enggak pernah berhenti, dan dapat bayarannya juga pasti,” kisah Mariono.

Menurut Mariono, selama bergabung di Komunitas Sedulur Gravel, ia terus mendapatkan pekerjaan. Biasanya, proyek yang dikerjakan Mariono di area Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.

Ia berharap, komunitas ini ke depannya akan semakin besar sehingga bisa menjangkau berbagai proyek konstruksi di banyak daerah di Tanah Air.

“Karena kami sangat terbantu ya, dapat pekerjaan enggak bergantung dari kenalan. Bisa mengerjakan proyek di mana saja. Mudah-mudahan ke depannya bisa sampai ke wilayah lain di luar Jabodetabek,” kata dia.

Komunitas ini, menurut Widhianto dan Mariono, tak hanya soal pekerjaan. Mereka juga merasakan ikatan kekeluargaan yang kuat di antara sesama anggota. Para pekerja konstruksi yang bergabung di sini berasal dari berbagai daerah. Berbagi soal keahlian masing-masing juga kerap dilakukan. Hal ini membuat para anggotanya bisa belajar satu sama lain dan meningkatkan skill-nya.

Sementara itu, pendiri KSG, Georgi Ferdwindra Putra, mengungkapkan, mengetahui para pekerja yang bergabung dalam komunitas ini merasa terbantu dan mendapatkan penghidupan yang lebih baik adalah hal yang sangat disyukurinya.

“Banyak hal-hal yang bisa saya lihat, saya syukuri setiap hari. Mulai dari sejumlah anggota yang meningkat berat badannya, karena mereka tenang soal pekerjaan. Sudah bisa memikirkan kebutuhan tersier, membeli baju, sepatu, menyekolahkan anaknya yang lebih dari 2 orang ke pendidikan tinggi. Ada juga yang membawa keluarganya naik haji, bisa sampai mengangkat anak asuh dan membiayai anak asuh, mendirikan bisnis warung, tambal ban,” papar Georgi.

Cerita-cerita dari para anggota ini, lanjut dia, membuatnya bersyukur telah mendirikan Komunitas Sedulur Gravel pada 2019.

Kata “sedulur” dipilih karena mengandung makna yang membangkitkan kedekatan dan persahabatan. “Sedulur” atau “Dulur”, yang seringkali disingkat “Lur”, sering digunakan sebagai sapaan yang menunjukkan kedekatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com