Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kena PHK, Zalzilah Hidupkan Batik Semarang yang Sempat Mati Suri

Kompas.com - 28/10/2021, 13:35 WIB
Alifia Nuralita Rezqiana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Zalzilah, penerima bantuan Tenaga Kerja Mandiri (TKM) dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mulai belajar membatik usai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari tempat kerja.

PHK justru menjadi jalan bagi wanita yang akrab disapa Zie itu untuk tekun belajar dan melakukan riset tentang batik Semarang.

Ia bergabung dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekarnas) untuk mengembangkan produk kerajinan batik bersama ibu-ibu lainnya.

“Kebetulan, Semarang itu (wilayah) Jawa yang nggak ada batik. Kita penasaran kenapa kok nggak ada? Ternyata batik Semarang itu dianggap mati suri,” ujarnya dalam acara workshop di Kampung Malon RT 3/RW 6 Kelurahan Gunung Pati, Kecamatan Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

Selama belajar dan mengembangkan Batik, Zie menyadari bahwa produk batik membutuhkan ciri khas agar berbeda dari batik lain seperti batik Pekalongan, Jogja, Solo, dan lainnya.

 Ilustrasi: pembuatan batik Garut  KOMPAS/YULVIANUS HARJONO Ilustrasi: pembuatan batik Garut

“Kami gali potensi yang ada, yaitu mengangkat tema rakyat yang ada di Nusantara dan jadilah batik legenda," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (28/10/2021).

Adapun beberapa tema legenda yang sudah diangkat oleh Zie Batik—merek batik yang dibuat Zie—di antaranya Sangkuriang, Joko Tarub, Pandawa Lima, dan Legenda Gunung Pati.

Baca juga: Kisah Batik Toeli, Karya Penyandang Tuli yang Tembus Pasar AS Berkat Platform Digital

Dalam proses pembuatannya, Zie Batik selalu menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan.

“Kami pilih batik warna alam itu karena tak mau merusak lingkungan yang sudah rapi, sudah bagus,” ujar Zie.

Ia mengatakan, wilayah tempat tinggalnya di Kampung Malon termasuk daerah yang terjaga dan aman, berbeda dengan daerah di bawah Kampung Malon yang kerap dilanda banjir rob.

Warga menyelesaikan proses pembuatan batik di Desa Jeruksari, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (5/6/2021). Industri pembuatan batik tumbuh dalam skala rumah tangga yang nantinya dijual ke pengepul besar.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga menyelesaikan proses pembuatan batik di Desa Jeruksari, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (5/6/2021). Industri pembuatan batik tumbuh dalam skala rumah tangga yang nantinya dijual ke pengepul besar.

Menurutnya, masyarakat tidak boleh mencemari wilayah hulu Kota Semarang demi kebaikan bersama.

“Akhirnya kami memilih untuk melestarikan hulu dan pesisir Semarang dengan kembali ke alam,” kata Zie.

Ia menyebutkan, terdapat beberapa pewarna alami yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi batik, seperti kulit mahoni, ada daun-daunan, kayu nangka, propagul (buah mangrove), dan lain-lain.

Propagul banyak ditemukan di wilayah hilir Semarang. Menurut Zie, bahan yang merupakan limbah ini dapat dijadikan pewarna coklat sampai merah maroon.

Baca juga: Kisah Vivin, Rintis Batik dari Pelosok Desa, Modal Rp 100.000, Kini Omzet Puluhan Juta

Zie Batik mendunia berkat bantuan pemerintah

Zie mengatakan, bisnis batiknya menjadi sukses berkat bantuan dari pemerintah. Ia mengaku mendapatkan dana untuk mengembangkan bisnis, salah satunya melalui program TKM Kemenaker.

“Uang 50 juta (dari pemerintah) itu dialokasikan untuk modal dan alat. Kita kembangkan dengan kelompok yang ada untuk melengkapi alat batik yang belum kita punya untuk inovasi terbaru. Karena itu sampai sekarang kita bisa eksis,” jelasnya.

Saat ini, Zie Batik tidak hanya dipasarkan di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara kawasan asia.

“Penjualan Zie Batik sudah sampai Singapura dan Jepang. Meski baru handcarry, tiga bulan sekali kita ada pengiriman ke Singapura,” kata Zie.

Menyesuaikan dengan pasar internasional, ia pun kembali membuat inovasi dengan memproduksi batik “ready to wear”. Sebab, biasanya Zie batik hanya menjual lembaran kain.

Baca juga: Uji Klaim Miss World Malaysia, Benarkan Batik Ada di Banyak Negara?

“Selama pandemi ini kita otomatis bersahabat dengan kondisi sekarang, saya tidak jual dengan lembaran batik lagi jadi kita coba dengan ready to wear yang simpel. Seperti (pakaian) untuk zoom meeting, kita bikin yang gampang dan enak dilihat di bagian atas saja, bawahnya lebih simpel,” paparnya.

Pakaian produksi Zie Batik juga disesuaikan dengan perkembangan fesyen modern agar laris di pasaran.

“(Pelanggan) milenial itu lebih simpel, batiknya lebih sedikit. Kemudian kami kolaborasi dengan menggunakan beberapa teknik yang berbeda, jadi pewarnaannya lebih variasi,” jelas Zie.

Tak hanya pakaian, Zie Batik juga memproduksi masker motif batik. Pasalnya kebutuhan masker meningkat. 

Makanya dari awal pendemi, Zie Batik telah memproduksi masker 4 ply yang ada kantong tisu yang sangat diminati pasar.

"Zie Batik juga tidak meninggalkan unsur sosial, jadi kita menjual empat masker, donasi satu masker, untuk orang yang berkebutuhan,” ujar Zie.

Pada kesempatan sama, Zie berpesan kepada masyarakat yang berniat untuk memulai bisnis agar selalu optimis.

“Kita harus optimistis, yakin bahwa selagi kita hidup Insya Allah rezeki ada. Kalau kita membuat barang, pasti ada orang yang peduli. Insya Allah akan ada jalan," pesannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com