Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia: Kekayaan Global Meningkat, tetapi Memperburuk Ketimpangan

Kompas.com - 29/10/2021, 12:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia dalam laporan terbarunya, Changing Wealth of Nation Report, melaporkan, kekayaan global kian tumbuh signifikan secara keseluruhan antara tahun 1995-2018.

Sayangnya, kekayaan tersebut mengorbankan kemakmuran di masa depan dan memperburuk ketimpangan. Laporan menyebut, kekayaan telah disertai dengan pengelolaan alam yang tidak berkelanjutan.

"Artinya pemahaman yang lebih dalam tentang kekayaan keberlanjutan sangat penting untuk lingkungan yang hijau untuk masa depan yang inklusif," kata Managing Director Bank Dunia untuk Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan, Mari Pangestu dalam laporan Bank Dunia, Jumat (29/10/2021).

Baca juga: Direktur Organisasi Pangan PBB Sebut 2 Persen Kekayaan Elon Musk Bisa Selesaikan Masalah Kelaparan Dunia

Hal ini terlihat ketika lahan hutan di negara berpenghasilan rendah dan menengah menurun sekitar 8 persen dalam kurun waktu 1995-2018. Artinya, ada deforestasi yang signifikan seiring melonjaknya kekayaan.

Di sisi lain, stok ikan di laut makin menipis dengan penurunan 83 persen karena buruknya manajemen pengelolaan dan penangkapan ikan berlebih.

Selain itu, kesalahan penetapan harga bahan bakar fosil yang mengeluarkan karbon dapat meningkatkan konsumsi karbon.

Menurut Mari, sangat penting bahwa pembangunan dapat dilakukan pada jalur yang lebih berkelanjutan, salah satunya dengan menetapkan harga karbon. Penetapan harga karbon dapat melindungi sumber daya alam, baik hutan, mangrove, maupun manusianya sendiri.

"Sangat penting bahwa sumber daya alam dan sumber daya manusia terbarukan diberikan concern," sebut Mari.

Tren kekayaan di tiap negara

Di Sub-Sahara Afrika, kekayaan per kapita telah meningkat selama dua dekade terakhir, namun masih lebih rendah dibanding wilayah lainnya. Ada sekitar 11 negara di wilayah tersebut mengalami stagnasi atau penurunan kekayaan per kapita dari tahun 1995-2018.

Hal ini disebabkan karena pertumbuhan populasi yang tinggi tidak berbanding lurus dengan aset modal lainnya. Pertumbuhan gender pun tidak setara, kalangan perempuan hanya 1/3 dari total populasi.

Negara ini juga memiliki ketergantungan yang tinggi pada energi tidak terbarukan untuk pendapatan dari sisi sumber daya alamnya, terutama dari bahan bakar fosil.

Sementara itu kawasan Asia Timur dan Pasifik memiliki pangsa kekayaan terbesar di dunia dengan peningkatan mencapai 188 persen sejak tahun 1995. Sumber daya manusia yang mendominasi setengah dari porsi kekayaan, diikuti dengan modal alam sebesar 4 persen.

Perikanan di laut mengalami penurunan dan kekayaan dari lahan pertanian diproyeksi sangat terpukul oleh perubahan iklim di negara Asia Timur dan Pasifik.

Baca juga: Harta Elon Musk Setara Total Kekayaan Bill Gates dan Warren Buffett

Sementara di Asia Selatan, kekayaan telah tumbuh sejak tahun 1995. Namun karena adanya pertumbuhan populasi dalam waktu yang sama, kekayaan per kapita tetap termasuk yang terendah di dunia.

Modal manusia alias SDM mendominasi setengah dari total kekayaan wilayah tersebut, tapi porsi kontribusinya tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Jika kesetaraan gender tercapai di wilayah ini, maka kontribusi modal manusia dapat meningkat sekitar 42 persen.

Asia selatan juga diproyeksi menjadi wilayah yang paling parah terkena dampak dari perkiraan hilangnya sumber daya manusia karena polusi udara. Namun modal alam terbarukan dari sisi hutan dan laut tumbuh selama dua dekade terakhir.

Baca juga: Profil Haji Isam, Sumber Kekayaan, dan Kontroversinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com