Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rachmat Gobel Kritik Proyek Kereta Cepat karena Mengemis Duit APBN

Kompas.com - 31/10/2021, 06:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai polemik. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam dan terus berlanjut hingga saat ini. 

Proyek tersebut dikritik karena nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya yakni Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun. Di mana pemerintah Indonesia rencananya akan menutup kekurangan melalui dana APBN agar tidak mangkrak. 

Padahal pada awalnya, pemerintah tegas berjanji tidak akan menggunakan duit APBN untuk proyek tersebut. 

Estimasi biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung saat ini juga sudah jauh melampaui proposal penawaran biaya investasi kereta cepat dari Jepang melalui JICA. 

Baca juga: Saat Jadi Menhub, Jonan Keberatan Proyek Kereta Cepat, Apa Sebabnya?

Kritik salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Ia berpendapat sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru, dibandingkan membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business (B to B),” kata Rachmat Gobel dikutip dari Antara, Minggu (31/10/2021). 

Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI. 

Baca juga: Plus Minus Naik Kereta Cepat Vs KA Argo Parahyangan, Pilih Mana?

Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.

“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya," ucap Rachmat Gobel.

"Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” kata dia lagi. 

Pemasangan girder pertama Kereta Cepat jakarta-Bandung, Senin (30/9/2019).Hilda B Alexander/Kompas.com Pemasangan girder pertama Kereta Cepat jakarta-Bandung, Senin (30/9/2019).

Baca juga: Kala Jepang Menyesal dan Kecewa pada Indonesia Gara-gara Kereta Cepat

Jokowi ralat janjinya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Dari beberapa pasal revisi, yang paling jadi sorotan publik adalah revisi Pasal 4, di mana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini diizinkan untuk didanai APBN.

Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Rini Soemarno di Bogor, Minggu (2/12/2018)KOMPAS.com/Putri Syifa Nurfadilah Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Rini Soemarno di Bogor, Minggu (2/12/2018)

Padahal, saat perencanaan hingga awal pembangunan, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat seperser pun untuk membiayai proyek kerja sama dengan China tersebut. 

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com