Oleh: Berry Manurung
PERUSAHAAN Gojek yang tersohor melakukan blunder fatal marketing dengan menampilkan iklan parodi yang mengasosiasikan brand besar dan terpercaya harian Kompas. Iklan tersebut tertulis: “ SOMPLAK” dengan tambahan tagline Amanat Ati Ampela Rakyat.
Melihat visual tampilan iklan tersebut, tidak butuh IQ tinggi dan tak perlu naik Gojek untuk bertanya kepada pakar bahasa untuk tahu ke mana tembakan iklan tersebut dan brand apa yang dibidik.
Kita sangat mudah menerkanya. Pertanyaannya, mungkinkah perusahaan yang distempel decacorn tersebut, yang bahkan berhasil mengangkat pendirinya menjadi menteri pendidikan, tidak merekrut tim marketing mumpuni yang bukan sekadar paham marketing tapi juga etika marketing?
Menurut saya, siapa saja yang menjadi bagian tim marketing tersebut, menyiratkan sesungguhnya tidak memiliki selera humor berkelas dan bukan pula pemasar sejati.
Baca juga: Gojek Targetkan Pakai 5.000 Unit Motor Listrik Untuk Semua Layanan
Bahkan, mungkin tidak sadar iklan tersebut akan menggerus branding Gojek karena terlalu dangkal dan naif.
Produk iklan, yang bolehlah kita katakan terlalu hijau dalam kreativitas, jangan-jangan diproduksi terburu-buru tanpa pertimbangan matang sekaligus tidak punya alternatif lain dan sibuk “burning money”?
Sekadar menghabiskan ongkos pemasaran perusahaan agar dianggap sudah bekerja. Padahal, kalau kita analisis lebih jauh, tindakan ini serupa Brutus yang menikam temannya sendiri, di mana kita tahu, harian Kompas dan grupnya juga memiliki andil besar mengenalkan brand lokal ride hailing tersebut dengan pemberitaannya.
Padahal Kompas termasuk yang angkat Gojek sedari awal…
— Eva Tarida (@Evatarida) October 20, 2021
Pun “somplak” bukan bahasa ala2 Suroboyoan.
Hfttttt https://t.co/GugCKJSCnw
Kalau Anda pernah membaca buku best seller empu marketing Indonesia Hermawan Kartajaya, Anda akan cukup memahami apa itu sebenarnya marketing.
Konsep yang dikenalkan Hermawan dalam rumusan marketingnya yaitu positioning, differentation, dan branding ( PDB ) bisa kita bedah tanpa perlu menjelimet.
Intinya, setiap perusahaan itu perlu membangun branding yang differentiation alias berbeda (unik). Benar-benar otentik.
Dalam artian, ketika orang melihat, membaca dan mendengar saja, asosiasi brand perusahaan akan melekat di benak pelanggan. Pelanggan tergerak untuk menggunakan bahkan merekomendasikannya.
Baca juga: 55 Tahun Harian Kompas, Berikut Sejarah dan Asal-usul Nama Kompas
Itu bukanlah hal yang enteng dibangun. Ada strategi khusus dalam mewujudkan reputasi terpercaya.
Perlu step by step terukur, jangka waktu yang panjang dan tidak jarang membutuhkan kapital besar agar menarik minat konsumen. Bukan sekadar narasi iklan gimmick agar menarik kontroversi publik.
Kabar baiknya, jika berhasil memformulasikan reputasi baik, inilah yang menjadi kunci mengapa brand ternama memiliki advokat (pembela merek) fanatik. Kita bisa menyoroti bagaimana merek Apple diasosiasikan sebagai inovasi teknologi yang benar-benar berbeda dengan produk lain sehingga memiliki jutaan fanboy.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.