Tesla dengan image kendaraan listrik revolusioner. Media Tempo dengan investigasinya. Program televisi Mata Najwa dengan wawancara yang tajam dan tanpa tedeng aling-aling menguliti narasumber, dan tentu saja brand Kompas sendiri memiliki reputasi sebagai referensi media terpercaya yang namanya diberikan oleh Si Bung Besar, Soekarno!
BK: Aku akan memberi nama yang lebih bagus... KOMPAS! tahu toh apa itu Kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba!
Udah tahu belum min @gojekindonesia
— Angger Putranto, And (@om_angger) October 19, 2021
Pertanyaannya sekarang, apa yang bakal terjadi jika iklan “somplak” tersebut tidak dicabut? Sebagai informasi, iklan ini langsung dicabut ketika mendapat banyak protes. Gojek di media sosial juga telah meminta maaf atas insiden ini.
Andai saja iklan itu tak segera dicabut, sangat terbuka kemungkinan brand Gojek akan terdegradasi, yang ujung-ujungnya tidak dipercaya lagi oleh pengguna. Boleh jadi, akan ada gerakan uninstall aplikasi tersebut.
Kita tahu, pembaca media Kompas adalah pembaca dari semua kalangan mulai junior hingga senior, ditambah lagi sebagain besar mereka adalah kelas profesional.
Bisa dikatakan, saat ini para pembaca utama Kompas adalah kelompok orang yang menduduki posisi manajerial strategis di berbagai tempat kerjanya, di mana tingkat pendidikan dan pengetahuannya adalah warga melek informasi.
INFO GEGER GEDHEN: Kompas vs Gojek.
Apakah yg dimaksud ini? Koran Kompas diparodikan jadi Koran Somplak untuk kepentingan promosi Gosend? Somplak itu dri bahasa jawa, artinya bodoh, gila, atau konyol. https://t.co/e5XyBiMZQJ pic.twitter.com/f5JGPI3SB4
— Balai Buku Progresif (@BukuProgresif) October 19, 2021
Tak hanya melek informasi, mereka sekaligus komunitas advokat terbesar di Indonesia karena memiliki basis puluhan juta pembaca.
Boleh jadi, puluhan ribu keluarga besar media tersebut akan merasa rumahnya diledek, di mana ia hidup dan bekerja.
Besar kemungkinan, para jurnalis lapangan jika sedang membutuhkan transportasi akan beralih kepada saingan sekaligus berhenti memberitakan ride hailing tersebut.
Blunder fatal iklan Gojek bukan perihal sepele dan tak bisa diacuhkan saja bagi pucuk pimpinan perusahaan.
Andai saja manajemen Gojek tidak segera meminta maaf dan menganulir iklan tersebut, kita akan menyaksikan, bukan saja brand akan rontok di mata pengguna tapi juga menjatuhkan nilai saham perusahaan.
Pada akhirnya, kita akan melihat perusahaan yang digembar-gemborkan menjadi pemimpin pasar Asia bisa saja jatuh terjerembab hanya karena kesalahan narasi iklan tim marketing yang terkesan masih hijau. Janganlah menjadi “Hulk” hijau penghancur reputasi brand lain atas nama kreativitas.
Mungkin, pesan investor Warren Buffet ini perlu dibaca dan merasuk dalam pikiran tim pemasar si hijau atau bagai siapa saja yang berkecimpung dalam dunia pemasaran: price is what you pay , value is what you get! (Berry Manurung, hobi menulis di beberapa media massa dan penulis buku)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.