Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang OJK Mencapai Inklusi Keuangan 90 Persen

Kompas.com - 03/11/2021, 07:23 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan pemerintah terus berupaya meningkatkan angka inklusi keuangan nasional. Hal ini dilakukan guna menciptakan sistem keuangan yang inklusif, sehingga mampu menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan dan merata.

Tingkat inklusi keuangan pun ditargetkan terus meningkat setiap tahunnya, dan dapat mencapai angka 90 persen pada 2024, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

Aturan tersebut diterbitkan untuk menggantikan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016. Sebab, target inklusi keuangan yang dipatok dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2016 yakni sebesar 75 persen telah terlewati.

Berangkat dari Perpres Nomor 114 Tahun 2020, OJK bersama dengan pemerintah dan lembaga terkait mempersiapkan serta mengimplemantasikan langkah-langkah yang bertujuan untuk mendongkrak tingkat inklusi keuangan.

Baca juga: OJK: Inklusi Keuangan Dapat Menjadi Mensin Pendorong Pemulihan Ekonomi

Apa itu inklusi keuangan?

Meskipun inklusi keuangan sudah sering kali digaungkan oleh pemerintah, masih ada sejumlah orang yang belum memahami arti dari istilah tersebut.

Adapun definisi dari inklusi keuangan menurut Bank Dunia (World Bank), ialah hak bagi setiap individu atau bisnis yang mempunyai akses untuk mempunyai keuangan yang cukup mampu untuk membeli barang atau jasa dengan cara yang efektif dan berkelanjutan.

Sementara itu, pemerintah kerap kali mendefinisikan inklusi keuangan sebagai aksesibilitas masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan dari lembaga keuangan resmi.

Produk dan layanan keuangan yang dimaksud pun bervariasi, seperti produk perbankan, asuransi, investasi, teknologi finansial, dan layanan keuangan dari lembaga resmi lainnya.

Istilah inklusi keuangan biasanya disandingkan juga dengan literasi keuangan atau pemahaman terhadap produk dan layanan jasa keuangan. Pasalnya, kedua hal tersebut saling berkaitan.

Dengan adanya literasi keuangan yang tinggi, maka angka inklusi keuangan juga diproyeksi ikut terkerek.

Baca juga: CIPS: Literasi Keuangan Perlu Jadi Fokus Pemerintah

Tujuan inklusi keuangan

Mengacu kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan bagi Konsumen dan/atau Masyarakat, inklusi keuangan dilaksanakan untuk merealisasikan empat tujuan.

Pertama, meningkatnya akses masyarakat terhadap lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan pelaku usaha jasa keuangan(PUJK). Kemudian, meningkatkan penyediaan produk dan layanan jasa keuangan oleh PUJK.

Tujuan ketiga ialah, menambah produk atau layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Terakhir, meningkatkan kualitas penggunaan produk dan layanan jasa keuangan.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, inklusi keuangan akan memberikan sejumlah manfaat.

Baca juga: Gara-gara Aset Kripto Squid Game, Pria Ini Rugi Nyaris Rp 400 Juta

Paling utama ialah sebagai pendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, di tengah upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, inklusi keuangan menjadi semakin penting untuk menggerakan roda perekonomian nasional.

"Karena penyaluran pembiayaan bagi pelaku usaha kecil, mikro, bahkan ultra mikro dapat menjadi game starter untuk menggerakan kembali roda perekonomian," katanya, dalam penutupan Bulan Inklusi Keuangan 2021, Selasa (2/11/2021).

Kemudian, inklusi keuangan juga diproyeksikan mampu mendukung ketahanan ekonomi masyarakat dalam berbagai situasi dan kondisi perkonomian. Pasalnya, dengan adanya akses terhadap produk dan layanan keuangan, disertai tingkat literasi yang tinggi, peluang masyarakat untuk bertahan dari berbagai situasi semakin kuat.

Bukan hanya itu, dengan adanya akses ke produk dan layanan keuangan, Tirta menilai, masyarakat akan cenderung memiliki masa depan yang lebih baik.

Sebab, dengan adanya pemahaman yang baik tentang produk dan layanan keuangan, masyarakat diprediksi akan memiliki kebiasaan untuk menabung dan memiliki investasi untuk masa depannya.

"Oleh karena itu OJK menginginkan agar sektor jasa keuangan menjadi inklusif bagi semua lapisan masyarakat, termasuk bagi generasi penerus kita," kata Tirta.

Sementara itu Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menjelaskan, dengan tingkat inklusi keuangan yang tinggi, perekonomian suatu negara akan semakin kuat. Sebab, inklusi keuangan mampu menciptakan pasar keuangan yang lebih dalam di suatu negara.

Baca juga: Mulai Hari Ini, Naik Pesawat Bisa Pakai Hasil Tes Antigen

"Untuk negara-negara yang pendalaman pasar cukup dalam, itu mereka relatif lebih mampu meredam shock-shock perekonomian dan sistem keuangan," ujarnya.

Dari sisi pendanaan, inklusi keuangan juga mampu menekan biayan pendanaan proyek negara. Dengan adanya tingkat penghimpunan dana yang tinggi dari inklusi keuangan, maka suku bunga kredit juga bakal menurun.

"Suku bunga utang relatif tinggi karena memang salah satu alsan utamanya pendalaman pasar kita yang relatif rendah," kata Riefky.

Inklusi keuangan belum merata

Tingkat inklusi keuangan nasional tercatat terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) tahun 2019, indeks inklusi keuangan nasional mencapai 76,19 persen.

Mengacu kepada data tersebut, angka inklusi keuangan nasional tercatat terus mengalami pertumbuhan. Tercatat pada tahun 2013 dan 2016, tingkat inklusi keuangan nasional berada pada posisi 59,74 persen dan 67,8 persen.

Baca juga: Cerita Pelaku UMKM Raup Omzet Rp 30 Juta Per Bulan Setelah Jadi Mitra Tokopedia

Walaupun terus mengalami pertumbuhan, sebaran inklusi keuangan masih belum merata. Tingkat inklusi keuangan di wilayah perkotaan jauh lebih tinggi dibanding inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

"Akses keuangan di perkotaan telah mencapai 84 persen, jauh lebih tinggi daripada di wilayah pedesaan yang hanya 65 persen," kata Tirta.

Selain tingkat inklusi keuangan yang belum merata, hal penting lain yang perlu disoroti ialah tingkat literasi keuangan yang relatif masih rendah, yakni sebesar 38,03 persen.

Adanya kesenjangan antara tingkat inklusi dan literasi berarti sejumlah masyarakat yang telah mengakses produk dan/atau layanan keuangan, belum memahami betul produk dan/atau layanan tersebut.

Upaya dongkrak inklusi keuangan

Untuk mengejar target inklusi keuangan 90 persen pada 2024 sekaligus meningkatkan angka literasi keuangan, berbagai upaya dilaksanakan oleh OJK, pemerintah, serta para pelaku industri jasa keuangan.

Baca juga: Siap-siap, Bantuan Subsidi Gaji Bakal Diperluas

Salah satu langkah utama yang dilakukan oleh OJK ialah dengan memperluas jangkauan pembiayaan ke masyarakat. Ini dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pelaksanaan layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) hingga perluasan jaringan bank wakaf mikro (BWM).

Selain itu, untuk menarik minat masyarakat melakukan pinjaman ke lembaga keuangan resmi, sejak tahun 2007 pemerintah telah melaksanakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Melalui program tersebut, masyarakat atau pelaku UMKM dapat menerima pembiayaan dengan syarat yang lebih mudah, suku bunga rendah, serta proses pengajuan yang relatif cepat.

Kemudian, OJK dan pemerintah juga telah memiliki Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). TPAKD dibentuk untuk mendorong ketersediaan akses keuangan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam rangka mendukung perekonomian daerah.

Tercatat saat ini terdapat 307 TPAKD, yang terus melakukan sosialisasi ke daerah, dan juga menggelar sejumlah kegiatan guna meningkatkan angka inklusi keuangan seperti kredit usaha rakyat (KUR) klaster dan business matching UMKM.

Baca juga: Pemerintah Kantongi Rp 4 Triliun dari Lelang Sukuk Negara

Melalui TPAKD, OJK berharap masyarakat di berbagai daerah dapat lebih mengerti dan memilih produk dan layanan keuangan dari lembaga keuangan resmi. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini masih ada masyarakat yang mengandalkan rentenir sebagai sumber pendanannya.

"Melalui TPAKD, kami mendorong program kredit atau pembiayaan melawan rentenir, KPMR. Yaitu dengan skema pembiayaan proses cepat dan berbiaya rendah," kata Tirta.

Guna menciptakan inklusi keuangan yang berkelanjutan, OJK juga melaksanakan program Satu Rekening Satu Pelajar (Kejar). Melalui program ini, OJK menargetkan 70 persen pelajar Indonesia memiliki rekening tabungan perbankan hingga akhir tahun 2021.

Kemudian, dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, OJK juga mendorong pengembangan ekosistem digital akses produk dan layanan jasa keuangan. Hal ini diharapkan mampu mempermudah dan meningkatkan daya jangkaunya ke pelosok daerah.

"Apa yang sudah dilakukan OJK selama beberapa tahun ke belakang memang sudah tepat langkahnya," kata Riefky.

Terakhir, OJK secara rutin melaksanakan bulan inklusi keuangan (BIK) pada Oktober setiap tahunnya. Program sosialisasi yang telah dilaksanakan rutin sejak 2016 ini dilaksanakan untuk mengedukasi sekaligus mengajak masyarakat menggunakan produk atau layanan jasa keuangan resmi.

Baca juga: COP26 Digelar, Bagaimana Komitmen Swasta Bantu Cegah Perubahan Iklim?

Pada tahun ini, OJK juga kembali menggelar BIK dengan tema Inklusi Keuangan Untuk Semua, Bangkitkan Ekonomi Bangsa. Berbagai kegiatan dilaksanakan dalam BIK 2021 guna meningkatkan angka literasi keuangan, mulai dari pameran jasa keuangan, penjualan produk atua jasa keuangan berinsentif, pembukaan rekening, poli, dan lainnya.

Buah positif BIK 2021

OJK menyatakan, gelaran BIK 2021 menghasilkan berbagai output yang positif, untuk mendukung peningkatan angka inklusi keuangan.

Hal itu terefleksikan dari pembukaan rekening baru dari industri perbankan sebesar 2.008.165 rekening dan penyaluran kredit atau pembiayaan kepada 168.370 debitur.

Selain itu, terdapat 93.683 pembukaan polis asuransi, 330.000 rekening efek baru, 633.142 debitur perusahaan pembiayaan, 15.168 rekening sektor pergadaian, dan 58.452 akun di sektor fintech.

BIK 2021 yang dilaksanakan satu bulan penuh pada Oktober tercatat berhasil melakukan 2.183 kegiatan di seluruh Indonesia, dengan total peserta sebanyak 1.348.488, yang mencakup kegiatan sosialisasi tatap muka maupun virtual (webinar), pembukaan rekening, penyaluran kredit/pembiayaan mikro, business matching, serta publikasi program literasi dan inklusi keuangan secara masif.

"Pencapaian BIK 2021 yang baik ini di tengah situasi pandemi Covid-19 menjadi bukti nyata keberhasilan adaptasi tataran pola kerja dan pola hidup yang dilakukan untuk mendorong akselerasi proses pemanfaatan produk dan layanan keuangan bagi masyarakat demi tercapainya target inklusi keuangan 90 persen pada tahun 2024," ucap Tirta.

Baca juga: Tips Mengatur Keuangan agar Gaji Tak Numpang Lewat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com