Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Forum COP26, Luhut Paparkan Upaya Pemerintah RI Kurangi Sampah Plastik

Kompas.com - 03/11/2021, 12:17 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen pemerintah Indonesia dalam menangani masalah sampah plastik, khususnya di laut.

Hal itu disampaikan Luhut dalam pidato di forum COP26 The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).

"Polusi plastik adalah masalah yang sangat memengaruhi bangsa kami. Kami tidak akan membiarkan krisis yang membayangi ini berlanjut. Sebaliknya, kami mengambil tindakan tegas dan berani di setiap tingkat dan lintas sektor di Indonesia untuk melakukan transformasi yang diperlukan untuk mencapai polusi plastik yang mendekati nol di Indonesia," ujarnya melalui siaran pers, Rabu (3/11/2021).

Baca juga: RI Butuh Dana Rp 426 Triliun untuk Pensiunkan PLTU Batu Bara Berkapasitas 5,5 GW

Luhut memaparkan, pada tahun 2018, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Peraturan Presiden tentang penanganan sampah plastik laut yang disertai dengan rencana aksi penanganan sampah plastik laut 2018-2025.

"Peraturan Presiden tersebut telah menempatkan perjuangan melawan polusi plastik menjadi prioritas dalam agenda nasional, sehingga mendorong terciptanya lingkungan yang kita butuhkan sebagai pembuat kebijakan untuk mewujudkan visi ambisius ini," kata Luhut.

Luhut mengatakan pemerintah sudah mulai mengintegrasikan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir dan menekankan pada ekonomi sirkular yang menempatkan peran masyarakat, pengusaha kecil, dan sektor informal sebagai aktor utama.

Ia juga menuturkan bahwa sungai yang tercemar juga menjadi salah satu penyebab utama polusi di laut. Untuk itu, diperlukan solusi penanganan yang terintegrasi, baik dalam penanganan sungai maupun laut.

"Terkait itu, Indonesia bersama Jerman telah meluncurkan Green Infrastructure Initiative sebagai cara inovatif untuk mempercepat dan memprioritaskan proyek infrastruktur agar relevan dan ramah terhadap lingkungan dan iklim," kata dia.

Baca juga: Di Forum Internasional, Menteri KP Sebut RI Siap Terapkan Penangkapan Ikan Berkuota

Intervensi teknologi diperlukan untuk memastikan perputaran ekonomi. Luhut bilang, Indonesia saat ini sedang dalam tahap penerapan teknologi terkini untuk memanfaatkan sebanyak mungkin manfaat dari sampah menjadi energi sumber daya baru.

"Berkaitan dengan waste to energy (sampah menjadi energi), dengan bangga kami sampaikan bahwa pembangkit listrik berbahan baku sampah yang pertama telah diluncurkan di Surabaya tahun ini dengan kapasitas untuk mengkonversi 1.000 ton sampah domestik per hari menjadi listrik 10 megawatt," ujarnya.

Di sisi lain, penggunaan RDF pellet, fluff, atau bricket, juga dapat menggantikan penggunaan batu bara sehingga mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan dari pembakaran batu bara.

Pada kesempatan itu, ia megungkapkan rasa bangganya karena pemerintah bersama mitra swasta telah meluncurkan National Plastic Action Partnership (NPAP) pertama ke Indonesia.

Kemitraan tersebut diharapkan mampu mendukung tujuan nasional pemerintah dalam mengurangi 70 persen polusi plastik laut pada tahun 2025 serta untuk menjadi contoh bagi seluruh dunia.

Baca juga: Bantuan Subsidi Gaji Diperluas, Ini Cara Ketahui Status Calon Penerima

Emisi karbon dan perubahan iklim

Masih dalam agenda yang sama, Luhut menyerukan pentingnya penetapan target mitigasi yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi karbon serta beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Sebab dengan kondisi yang ada saat ini, National Determined Contribution (kontribusi nasional) dari beberapa negara diyakini kurang mampu untuk menahan laju pemanasan global bahkan hingga melebihi 2 derajat celcius.

"Pertama-tama, saya ingin menekankan bahwa pelaksanaan Perjanjian Paris perlu dipercepat, perlunya upaya-upaya intensif serta investasi pada ekonomi rendah karbon berkelanjutan," ujarnya.

Luhut menyebut Pemerintah Indonesia telah memperbarui target NDC untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan ketahanan terhadap perubahan iklim.

"Indonesia telah siap mengurangi emisi antara 41 sampai dengan 50 persen, dengan syarat adanya dukungan internasional yang cukup," kata dia.

Selain itu, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat tindakan-tindakan adaptif serta program konservasi mangrove dan gambut.

Ia juga berpendapat, mandeknya negosiasi kerja sama internasional dalam pasal 6 Paris Agreement, dapat menghambat negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam memobilisasi pendanaan untuk target iklim yang lebih ambisius. Namun demikian, Indonesia tidak akan tinggal diam dan menunggu hingga pasal 6 dapat diberlakukan.

Baca juga: PLN Siapkan Investasi 500 Miliar Dollar AS untuk Dukung Energi Hijau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com