Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Buah Luhut Jelaskan Kronologi Keterkaitan Bosnya dengan Bisnis PCR PT GSI

Kompas.com - 09/11/2021, 05:06 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak buah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Septian Hario Seto turut buka suara mengenai keterkaitan bosnya dengan bisnis tes polymerase chain reaction (PCR) PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Dalam tulisan yang dibagikan juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, Senin (7/11/20210), Seto menjelaskan panjang lebar kronologi keterlibatan pimpinannya dalam penyediaan tes Covid-19 tersebut.

Dalam tulisan yang sebanyak 23 poin itu, Seto menyebutkan bahwa hal itu bermula pada Maret 2020 ketika awal Covid-19 menyerang Indonesia. Dirinya baru diangkat sebagai komisaris BNI, mendapatkan fasilitas untuk tes PCR dari BNI. Bersama istrinya, Seto menuju salah satu rumah sakit di Jakarta untuk melakukan tes PCR ini.

"Belakangan saya ketahui, biayanya cukup mahal waktu itu, kalau tidak salah mencapai kisaran Rp 5-7 juta untuk satu orang. Hasilnya dijanjikan 3 hari, namun setelah 5 hari baru keluar. Alhamdulillah negatif hasilnya," sebut Deputi Koordinasi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves ini.

Baca juga: Pendiri PT GSI Blak-blakan Awal Mula Bisnis PCR dan Keterlibatan Luhut

Kejadian itu membuat dirinya berpikir, bila kapasitas tes PCR ini terbatas dan orang harus menunggu berhari-hari sebelum tahu hasil tes mereka, hal ini akan membuat keteteran dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.  Dia pun langsung melapor ke Luhut mengenai situasi tersebut.

"Saya sampaikan, kita harus bantu soal tes PCR ini. Kalau mengandalkan anggaran pemerintah akan butuh waktu lama untuk bisa menambah kapasitas PCR ini, dari proses penganggaran, tender, sampai kemudian sampai pembayaran. Saya cukup yakin soal ini berdasarkan pengalaman 5 tahun lebih di pemerintahan," ujar Seto.

Luhut pun lanjut dia, akhirnya memerintahkan dirinya untuk mencari alat PCR ini. "Pak Luhut menyampaikan kita donasikan saja alat PCR ini ke Fakultas Kedokteran di beberapa kampus karena waktu itu mereka lah yang pasti memiliki skill untuk menjalankan tes PCR ini dan ke depannya bisa digunakan untuk penelitian yang lain," sebutnya.

"'Soal uang, nanti kita sumbang saja To', perintah Pak Luhut kepada saya pada waktu itu. Saya tahu kemudian Pak Luhut kontak teman-teman beliau untuk bersama-sama membantu membeli alat PCR ini," tambah Seto.

Dari situ, proses pencarian PCR dimula. Seto mengaku mengontak Dekan FK UI, Unpad, UGM, Unair, Undip, Udayana, dan USU.

"Saya mengirimkan WA kepada mereka dan menjelaskan maksud dan tujuan saya untuk mendonasikan alat PCR ini. Beberapa ada yang merespon dengan cepat, namun beberapa ada yang tidak merespons sama sekali, mungkin dianggapnya prank kali ya," katanya.

Menurut Seto, para dekan tersebut kemudian mengenalkan dirinya kepada PIC masing-masing. "Di sinilah kemudian saya mengenal Dokter Anis yang menjadi Wakil Dekan FKUI, Dokter Lia dari Unpad, Dokter Happy dari Undip, Profesor Inge dari Institute of Tropical Disease Unair, dr. Lia dari USU (ada dua Lia, satu dari USU, satu lagi dari Unpad), dan Prof. Ova dari UGM," ujar dia.

Dari mereka, Seto mendapatkan informasi lebih detail mengenai tes PCR ini, mulai dari alat-alat yang diperlukan hingga rekomendasi merek yang bagus. Berdasarkan diskusi dengan mereka, waktu itu diputuskan akan membeli alat PCR dari Roche.

"Order untuk alat PCR Roche kita lakukan di akhir Mret 2020. Dalam perjalanannya, saya kemudian bertemu dengan Pak Budi Sadikin, Wamen BUMN pada saat itu. Beliau rupanya juga diperintahkan Pak Erick untuk mencari alat PCR ini guna rumah sakit-rumah sakit BUMN. Jadi dibandingkan nanti kita rebutan alat PCR, saya menawarkan ke Pak Budi supaya kita pesan bareng-bareng ke Roche, sehingga ordernya bisa lebih besar dan harapannya tentu saja kita bisa nawar harga yang lebih baik," jelas dia.

Baca juga: Ini Bisnis-bisnis yang Disebut Terkait dengan Luhut

Pada akhir April 2020 lanjut Seto, alat-alat PCR ini mulai datang. Pihaknya pun mendistribusikan ke fakultas-fakultas kedokteran yang telah dikontak tersebut.

"Itupun berkat lobi sana sini dari Kemenlu, Kementerian BUMN, dan berbagai pihak lain yang dilakukan untuk meminta Roche agar barang yang sudah kita pesan tidak direbut negara lain. Karena kita mendengar ada satu negara Timur Tengah yang sudah menyediakan 100 juta dollar AS dan bersedia membayar cash didepan untuk membeli alat-alat PCR yang tersedia di pasar saat itu," sebut Seto.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com