Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Bumiputera, Jiwasraya, dan Asabri: Salah Urus, Salah Kaprah, dan Salah Rezim

Kompas.com - 11/11/2021, 11:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih “ambyar” lagi, aksi garong uang rakyat juga terjadi di PT Asabri (Persero) yang mengelola dana pensiun TNI dan Polri.

Manajemen Asabri sejak 2011 bekerjasama dengan pihak swasta yang bukan berlatar belakang manajer investasi. Penempatan dana tidak dilakukan berdasarkan analisis data. Kongkalikong ini memanipulasi investasi dalam bentuk saham dan reksadana.

Penempatan dana Asabri ke saham-saham milik para partner ini dilakukan dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik.

Baca juga: Asabri Tagih Hasil Investasi, Benny Tjokro Bayar Pakai Kavling Senilai Rp 732 Miliar

Setelah saham-saham ini masuk sebagai portofolio Asabri, kemudian ditransaksikan dan dikendalikan oleh “para penggarong” tersebut.

Berdasarkan kesepakatan, saham tersebut harus terlihat likuid dan bernilai tinggi. Nyatanya, transaksi yang dilakukan semu, menguntungkan pihak penggarong dan merugikan Asabri.

Akibat investasi ”asal-asalan” ini, kerugian negara mencapai Rp 23,73 triliun berdasarkan hasil audit BPK (Cnbcindonesia.com, 2 Februari 2021).

Penggarong pesta pora, rakyat menderita

Kasus Bumiputera, Jiwasraya, dan Asabri yang notabene bergerak di bidang asuransi dan pengelolaan dana terjadi karena salah kelola dan salah urus dewan direksi dan komisaris.

Pemerintah sebagai regulator salah kaprah. Rezim yang berkuasa juga salah karena kasus ini dibiarkan berlarut-larut sejak lama. 

Kasus-kasus besar ini sepertinya tidak dijadikan pelajaran. Kasus yang membelit Garuda coraknya sama: salah urus dan dibiarkan sejak lama. Fungsi pengawasan tidak berfungsi. 

Rakya kecil yang jadi korban dan berharap dapat keadilan harus menunggu proses hukum yang begitu lama dengan segala formalitasnya.

Penggarong sudah berpesta pora dengan uang rakyat sementara korban terus menunggu sambil berharap cemas masih adakah remah-remah pesta tersisa buat mereka?

Sabar, sabar, sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang

Penindasan serta kesewenang-wenangan
Banyak lagi, teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan, hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan

(Lirik lagu Bongkar karya Iwan Fals)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com