Dear, Tanya-tanya Pajak...
Sejak pandemi, saya memulai usaha budidaya tanaman hias, terutama setelah terkena PHK.
Apabila sebelumnya setiap tahun saya melaporkan SPT atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dipotong perusahaan, bagaimana dengan kewajiban serupa untuk tahun pajak selanjutnya?
Ada yang menyarankan saya menggunakan norma, ketimbang ribet membuat pembukuan.
Apa yang dimaksud norma dan bagaimana cara penggunaannya? Mana yang lebih baik sebenarnya, norma atau pembukuan?
Terima kasih.
Salaam, Pak Muhib...
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebagai pengusaha tanaman hias, Anda termasuk dalam kategori wajib pajak orang pribadi non-karyawan, yang berkewajiban menghitung penghasilan kena pajak, membayarkan pajak penghasilan, dan melaporkan semuanya secara swadaya ke kantor pajak.
Untuk itu, pastikan penghasilan Anda sebagai pengusaha kecil—setelah dikurangi biaya-biaya—melampaui batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta sebulan. Sebab, PPh hanya dikenakan atas penghasilan neto atau penghasilan yang telah dikurangi PTKP.
Baca juga: Cek, Penghasilan Tak Kena Pajak untuk Orang Lajang dan Pasangan Cerai
Untuk menghitung penghasilan kena pajak, ada dua metode yang bisa Anda pilih selaku pembayar pajak orang pribadi, yaitu pencatatan atau pembukuan.
Pencatatan merupakan data penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang dikumpulkan secara teratur, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Hal ini akan terkait dengan pilihan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Adapun pembukuan adalah data dan informasi keuangan yang dikumpulkan dan dicatatkan secara teratur, yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan (laba/rugi). Pembukuan wajib bagi pembayar pajak dengan peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.
Baca juga: Bagaimana Aturan Pajak Bisnis Franchise Kedai Kopi?
Menyimak pertanyaan di atas, saya berasumsi Anda pengusaha kecil dengan omzet atau peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun dan belum membuat pembukuan. Untuk itu, Anda dapat memilih metode pencatatan sebagai basis menghitung penghasilan kena pajak menggunakan NPPN.
Intinya, rumus untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto dikalikan dengan persentase NPPN, lalu dikurangi dengan PTKP. Besaran persentase NPPN dikelompokan berdasarkan wilayah dan jenis profesi atau usaha tertentu, yang detailnya bisa dilihat melalui link ini.
Baca juga: Jualan Online Kena Pajak?