Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tanya-tanya Pajak di Kompas.com
Konsultasi dan Update Pajak

Tanya-tanya Pajak merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com bertanya (konsultasi) dan memperbarui (update) informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan.

Pengusaha Kecil Eks Korban PHK, Bagaimana Hitung Pajaknya?  

Kompas.com - 12/11/2021, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dear, Tanya-tanya Pajak...

Sejak pandemi, saya memulai usaha budidaya tanaman hias, terutama setelah terkena PHK.

Apabila sebelumnya setiap tahun saya melaporkan SPT atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang  dipotong perusahaan, bagaimana dengan kewajiban serupa untuk tahun pajak  selanjutnya?

Ada yang menyarankan saya menggunakan norma, ketimbang ribet membuat pembukuan.

Apa yang dimaksud norma dan bagaimana cara penggunaannya? Mana yang lebih baik sebenarnya, norma atau pembukuan?

Terima kasih.

~Muhib, Surabaya~

Jawaban:

Salaam, Pak Muhib...

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Sebagai pengusaha tanaman hias, Anda termasuk dalam kategori wajib pajak orang pribadi non-karyawan, yang berkewajiban menghitung penghasilan kena pajak, membayarkan pajak penghasilan, dan melaporkan semuanya secara swadaya ke kantor pajak. 

Untuk itu, pastikan penghasilan Anda sebagai pengusaha kecil—setelah dikurangi biaya-biaya—melampaui batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 54 juta setahun  atau  Rp 4,5 juta  sebulan. Sebab, PPh hanya dikenakan atas penghasilan neto atau penghasilan yang telah dikurangi PTKP. 

Baca juga: Cek, Penghasilan Tak Kena Pajak untuk Orang Lajang dan Pasangan Cerai

Metode hitung PPh

Untuk menghitung penghasilan kena pajak, ada dua metode yang bisa Anda pilih selaku pembayar pajak orang pribadi, yaitu pencatatan atau pembukuan. 

Pencatatan merupakan data penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang dikumpulkan secara teratur, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Hal ini akan terkait dengan pilihan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). 

Adapun pembukuan adalah data dan informasi keuangan yang dikumpulkan dan dicatatkan secara teratur, yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan (laba/rugi). Pembukuan wajib bagi pembayar pajak dengan peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun. 

Baca juga: Bagaimana Aturan Pajak Bisnis Franchise Kedai Kopi?

Menyimak pertanyaan di atas, saya berasumsi Anda pengusaha kecil dengan omzet atau peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun dan belum membuat pembukuan.  Untuk itu, Anda dapat memilih metode pencatatan sebagai basis menghitung penghasilan kena pajak menggunakan NPPN. 

Intinya, rumus untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto dikalikan dengan persentase NPPN, lalu dikurangi dengan PTKP. Besaran persentase NPPN dikelompokan berdasarkan wilayah dan jenis profesi atau usaha tertentu, yang detailnya bisa dilihat melalui link ini

Baca juga: Jualan Online Kena Pajak?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com