BANDUNG, KOMPAS.com - Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling menjadi penopang saat terjadi blackout. Seperti saat blackout 2019.
Saat itu, listrik di separuh Jawa padam serentak akibat gangguan pada sistem transmisi 500 kilovolt di Ungaran dan Pemalang. Hal ini membuat jaringan terganggu dan listrik di sebagian Jawa padam.
"(Waktu itu) kami komando langsung, kami kontak saguling, kami energize," ujar Direktur Utama Indonesia Power (IP), M Ahsin Sidqi di Bandung, Jumat (12/11/2021).
Baca juga: 35.000 Keramba Jaring Apung Ancam Operasional PLTA Saguling
PLTA Saguling, sambung Ahsin, kala itu bertugas memberikan tegangan listrik perdana untuk menghidupkan kembali pembangkit yang padam.
Lantas, bagaimana cara kerjanya?
Ahsin mengungkapkan alasan PLTA Saguling menjadi alat energize karena pengoperasiannya yang sederhana. Petugas cukup membuka keran pipa untuk mengalirkan air dari waduk agar bisa menggerakkan turbin dan membuat listrik menyala.
Berbeda dengan pembangkit lain yang haru membuka dulu pompa dan pemanasan.
Dikatakan Ahsin, Saguling POMU berperan penting dalam sistem kelistrikan Jawa Bali.
Berkapasitas 700,72 Mega Watt (MW), PLTA Saguling berkontribusi sebesar 2,5 persen dari sistem Jawa-Bali yang memiliki total kapasitas 27.700 MW.
Tiga fungsi utama yang diemban PLTA Saguling POMU antara lain sebagai baseload, stabiliser, serta mengurangi emisi karena menggunakan EBT (energi baru terbarukan).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.