Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Indonesia: Pendapatan Rp 8,06 Triliun, Tapi Biaya Operasional Rp 18,31 Triliun

Kompas.com - 16/11/2021, 17:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus tertekan di tengah pandemi Covid-19. Pendapatan maskapai pelat merah tersebut selalu lebih rendah ketimbang biaya operasional yang dikeluarkan.

Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa (16/11/2021), kinerja keuangan Garuda hingga September 2021 mencatatkan total pendapatan sebesar 568 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,06 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per dollar AS).

Sementara, total biaya operasional yang ditanggung Garuda hingga September 2021 lebih besar yakni mencapai 1,29 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,31 triliun.

Baca juga: Garuda Indonesia Hadirkan Penerbangan Tematik "President Flight's"

"Perseroan masih mencatatkan kerugian opersional," tulis Manajemen Garuda Indonesia.

Garuda menjelaskan, kerugian operasional itu disebabkan oleh struktur biaya perseroan yang sebagian besar bersifat tetap atau fixed, yang tidak sebanding dengan penurunan signifikan atas pendapatan perseroan imbas kondisi pandemi Covid-19.

Penurunan pendapatan tercermin pula dari anjloknya jumlah penumpang maskapai milik negara itu. Hingga akhir September 2021, penumpang Garuda sebanyak 2,3 juta atau hingga akhir tahun ditargetkan sebanyak 3,3 juta, yakni hanya 17 persen dari jumlah penumpang di 2019 atau sebelum pandemi.

Meski demikian, Garuda meyakini seiring dengan kondisi pandemi Covid-19 yang mulai terkendali dan pulihnya mobilitas masyarakat, maka akan berdampak pada peningkatan jumlah penumpang. Hal itu tentu akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan perseroan.

“Diharapkan kondisi ini dapat mendorong peningkatan revenue (pendapatan) bagi perseroan melalui peningkatan jumlah penumpang," tulis Manajemen Garuda.

Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, secara teknis Garuda sudah dalam kondisi bangkrut, tapi belum secara legal. Hal itu karena kondisi keuangan Garuda saat ini memiliki ekuitas negatif.

Baca juga: Garuda Indonesia Gandeng Emirates untuk Kembangkan Rute Penerbangan ke Timur Tengah, Afrika, dan Eropa

Garuda memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 milliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021. Artinya, perusahaan memiliki utang yang lebih besar ketimbang asetnya.

Saat ini liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.

Liabilitas Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai 6,35 miliar dollar AS. Selebihnya ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

Kondisi keuangan itulah, yang kata Tiko, membuat maskapai milik negara ini secara teknis sudah dianggap bangkrut. Lantaran semua kewajiban perusahaan sudah tidak dibayar, bahkan untuk yang jangka panjang sekali pun.

"Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, kalau dalam istilah perbankan ini technically bangkrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum. Sekarang kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bangkrupt," ungkapnya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com