Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakaian Impor Kena Bea Masuk, Importir Protes ke Sri Mulyani

Kompas.com - 17/11/2021, 11:11 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi peritel baju impor, yakni Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo) protes dengan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) untuk produk impor pakaian jadi.

Protes tersebut dilayangkan melalui surat nomor 007/KU/Ext/XI/2021 tanggal 9 November 2021 kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Ketua Umum Apregindo, Handaka Santosa mengatakan, saat ini bea masuk yang dikenakan kepada garmen impor sudah cukup tinggi, yakni mencapai 25 persen.

Baca juga: Ada Tambahan Bea Masuk Pakaian, Beli Baju Impor Jadi Lebih Mahal

 

Berdasarkan perhitungannya, BMTP akan berpengaruh cukup tinggi pula kepada FoB sampai dengan 70 persen.

Tentu saja, tingginya FoB akan menggerus margin keuntungan dan menambah biaya lain seperti PPh Impor, proses sertifikasi SNI untuk beberapa kategori produk impor, proses inspeksi sebelum produk impor tiba, biaya perizinan yang tinggi, dan biaya pajak langsung maupun tidak langsung lainnya.

"Kami sangat menyayangkan adanya tambahan tarif dalam bentuk BMTP untuk produk impor pakaian jadi yang tertuang dalam PMK Nomor 142/PMK.010/2021," kata Handaka dalam surat yang diterima Kompas.com, Rabu (17/11/2021).

Handaka mengatakan, pengenaan BMTP akan berdampak pada dua hal, yakni kenaikan biaya yang dibebankan pada konsumen dan berujung pada inflasi, atau pengurangan margin keuntungan yang berakibat pada penurunan kontribusi pajak.

Baca juga: Catat, Pakaian Impor Kena Tambahan Bea Masuk

Padahal kata Handaka, usaha ritel merupakan bagian dari konsumsi domestik yang mendorong pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi.

Tercatat sektor padat karya ini membutuhkan 1 tenaga kerja untuk seluas 25 meter persegi. Artinya tutupnya toko di pusat belanja akibat berbagai tambahan biaya akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

Secara keseluruhan, peritel memperkerjakan lebih dari 40.000 karyawan di sektor tersebut.

Handaka meminta Sri Mulyani mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengenakan BMTP. Menurut dia jika alasannya memperbaiki daya saing garmen lokal, sejatinya yang mematikan pengusaha kecil dan menengah adalah garmen impor massal dengan harga yang murah.

Sebaliknya dia bilang, garmen impor merek global bukan pesaing karena memiliki gaya dan konsep yang berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com