Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Jakarta PPKM Level 1, Bali Level 2, Sekian Kota Level 1, 2, dan 3, Lalu Apa?

Kompas.com - 17/11/2021, 16:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Itu pun, asumsi R0 bahwa setiap orang di dalam populasi rentan terinfeksi pun pada umumnya tidak selalu benar meski menjadi mungkin juga terjadi untuk kasus seperti Covid-19 yang dipicu oleh SARSCoV-2 dan gampang sekali menular. 

Yang jadi masalah adalah ketika angka-angka R menjadi lebih identik dengan Rt—sering juga disebut dengan Re atau R efektif—yang dihitung dari waktu ke waktu saat wabah sedang berkembang. 

Menjadi masalah karena R ini variatif, tergantung pada dinamika sosial di suatu wilayah. Bahkan virus paling menular pun akan sulit menyebar luas di daerah dengan populasi yang jarang saling bertemu.

Nature mencontohkan data Wuhan, Cina, yang pada Januari 2020 menyebut angka R0 di sana ada di kisaran 2-3. Setelah dilakukan lockdown, perkiraan mereka atas Rt pun menjadi "hanya" di kisaran 1 koma sekian. 

Terlepas dari perdebatan akademis dan teknis soal variabel R untuk mengukur tingkat pandemi Covid-19, saat Luhut mengumumkan pelevelan PPKM Jawa-Bali pada Senin (15/11/2021) dalam tone positif itu dia juga menyatakan bahwa sepekan terakhir sebelum pengumuman itu ada peningkatan kasus baru dan peningkatan jumlah pasien yang masuk ke rumah sakit.

Arti situasi pandemi Jawa-Bali

Sengaja tulisan ini dibuka dengan hunjaman segala pertanyaan. Karena, perbaikan status PPKM bagi banyak wilayah di Indonesia adalah kabar baik sekaligus kotak pandora, baik bagi penanganan Covid-19 maupun pemulihan perekonomian nasional.

Jawa-Bali lagi-lagi menjadi kunci, seperti halnya ketika pandemi Covid-19 menggila di Bumi Pertiwi. Kali ini, Jawa-Bali pun menjadi kunci karena di sinilah magnet terkuat perekonomian nasional masih berlokasi, terutama di Jakarta dan Bali. 

Ekonomi Bali secara keseluruhan tidaklah terlalu luar biasa. Namun, kinerja ekonomi Bali itu nyaris sepenuhnya ditopang oleh satu sektor, yaitu pariwisata. Ini yang tidak biasa.

Yang kemudian menjadikan Bali teramat penting, kontribusi sektor pariwisata Bali bagi perekonomian nasional melampaui kontribusi 33 provinsi lain di Indonesia dari sektor ini bila digabungkan sekaligus

Adapun Jakarta, tak bisa dibantah masih merupakan episentrum bisnis dan ekonomi nasional. Titik. Kinerja ekonomi Ibu Kota juga berimpitan teramat erat dengan kabupaten kota penyangga di sekitarnya, dari Jawa Barat dan Banten.

Seperti sudah teramat sering muncul di pemberitaan, Jakarta pada hari kerja dan hari libur itu beda level kesesakannya. Bukan rahasia, banyak para pencari sesuap nasi dan segenggam permata di Jakarta tinggal di Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang Selatan, dan Tangerang. 

Baca juga: Update Syarat Naik KRL untuk Orang Dewasa dan Anak-anak

Situasi ini menjadikan perbaikan status level PPKM Jakarta pun jadi menantang. Ketika pekerja sudah dimungkinkan untuk kembali lebih banyak beraktivitas di kantor dan area Jakarta, bayangkan saja interaksi langsung yang terjadi dalam perjalanan sesak KRL dan ruang sempit perkantoran. 

Pergerakan dan dinamika manusia di Jakarta berbeda dengan Surabaya, Jawa Timur. Meski menempati peringkat kedua penyumbang kontribusi terbesar bagi perekonomian Indonesia, Surabaya tak sebanyak dan setergantung Jakarta dalam hal lalu lintas pekerja dan manusia. 

Beda lagi juga saat membahas Bali. Mencatat posisi unik saat awal pandemi dengan pertambahan rendah kasus baru dan kesembuhan yang melebihi wilayah lain, Bali dalam perjalanan pandemi pun akhirnya tumbang. 

Menjadi fatal bagi Bali, sekali lagi karena nyaris seluruh denyut nadi perekonomian Pulau Dewata tergantung pada sektor pariwisata saja. Satu lagi, saking terkenalnya Bali—bahkan melebihi Indonesia di tataran awam global—, kabar tidak sedap bisa merisak dan merusak reputasi, satu hal terpenting dalam bisnis jasa apa saja seperti pariwisata. 

Karena itu, setiap perbaikan status penanganan Covid-19 di Bali merupakan pertaruhan besar karena yang memantau memang sedunia. Gampangnya, orang mau piknik ke Bali, belum tentu juga negara asalnya kasih izin kalau tak benar-benar yakin situasi pandemi di pulau ini sudah meminimalkan risiko ada virus ikut pulang kampung kelak. Begitulah. 

Ada tuntutan level kedewasaan tersendiri yang semacam takdir semesta bagi Bali dalam setiap langkahnya. 

Ilustrasi warga Bali dalam busana tradisional untuk upacara peribadatan, dengan latar belakang pura. Gambar diambil pada 30 Juli 2016 di Ubud. SHUTTERSTOCK/CHERYL RAMALHO Ilustrasi warga Bali dalam busana tradisional untuk upacara peribadatan, dengan latar belakang pura. Gambar diambil pada 30 Juli 2016 di Ubud.

Lonjakan-lonjakan kasus di musim liburan sejak 2020 hingga 2021 patut jadi pelajaran juga. Bukan untuk dilarang sama sekali apalagi berlaku terus-menerus, tentu saja. Ekonomi juga butuh bergerak lagi, memang.

Namun, kelalaian sekejap dari satu atau dua orang apalagi banyak orang bisa menjadi bak pukulan jab tajam bagi penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi itu sendiri. Yang telak terpukul bahkan bisa jadi terkapar tak sanggup bangun lagi ya kita-kita sendiri.

Lalu?

Sebuah tagar unik beberapa waktu terakhir kerap hilir mudik di lini masa media sosial dan pemberitaan, yaitu tagar #nikahkanvaksinmasker.

Bahkan, sebuah gerakan non-profit, Gerakan Pakai Masker, meluncurkan serentetan video-video kreatif "nikah massal" untuk itu bersama beragam cara dan sarana ajakan lain. Salah satunya, seperti yang mereka unggah di akun media sosialnya, seperti berikut ini:

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Gerakan Pakai Masker (@gerakanpakaimasker)

 

Terlebih lagi, bila merujuk pada pelevelan PPKM yang berlaku untuk periode 16-29 November, masih teramat sedikit kabupaten kota berbeda provinsi yang sama-sama berstatus level 1 bertautan langsung dalam peta.

Bahkan mereka yang beraktivitas dan berdomisili di daerah dengan status PPKM level 1 masih berisiko juga ketika menyambangi wilayah tetangga dalam hal pelevelan PPKM yang bisa kita pahami setara dengan level risiko pula. 

PPKM Level 1-3 Jawa-Bali 16-29 November 2021 dalam grafis peta. KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI PPKM Level 1-3 Jawa-Bali 16-29 November 2021 dalam grafis peta.

Ada lebih banyak kabupaten kota berstatus PPKM Level 1 dikitari daerah dengan status PPKM Level 2 bahkan PPKM Level 3.

Bayangkan, dari Kota Semarang mau piknik ke Kota Yogyakarta itu harus lewat rute Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Magelang lagi, Kabupaten Sleman, dan baru sampai ke Kota Yogyakarta. 

Pilihan lain, melewati Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman, dan baru sampai ke Kota Yogyakarta. Cek lagi di peta interaktif ini, status masing-masing dalam pelevelan PPKM, lalu takar risiko masing-masing:

 

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com