Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Respons Mentan SYL Soal La Nina, Ditjenbun Paparkan Program Atasi La Nina

Kompas.com - 19/11/2021, 15:20 WIB
Mikhael Gewati

Penulis

KOMPAS.com – Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya melakukan penanganan atau pencegahan pada sub sektor perkebunan dalam mengantipasi fenomena La Nina.

Langkah Ditjenbun itu sejalan dengan imbauan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang meminta seluruh jajarannya meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan curah hujan di akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022.

“Segera melakukan peringatan atau upaya penanganan untuk seluruh komoditas pertanian, agar stok ketersediaan pangan termasuk komoditas perkebunan tetap aman, terjaga dan tersedia,” kata Mentan SYL dalam keterangan tertulis yang terima Kompas.com, Jumat (19/11/2021).

Bukan tanpa sebab Mentan mengatakan itu. Sebab curah hujan dengan intensitas tinggi dan terus-menerus terjadi di beberapa wilayah Indonesia telah menyebabkan terjadinya bencana alam.

Baca juga: BMKG Prediksi Peningkatan Curah Hujan hingga 100 Persen pada November

Alhasil bencana alam yang dipicu oleh La Nina akan sangat berdampak pada keberlangsungan pertanian termasuk perkebunan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pada Oktober lalu menyebutkan, prediksi puncak musim hujan di Indonesia diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2022.

Dalam menyikapi prediksi dari BMKG tersebut Kementan segera melakukan penanganan bagi komoditas pertanian termasuk sub sektor perkebunan agar memiliki mutu yang baik dalam menghadapi kondisi alam ini.

Dampak La Nina pada perkebunan

Direktur Perlindungan Perkebunan Kementan Ardi Praptono menyatakan, kondisi tanaman perkebunan lebih kuat lebih kuat dibanding tanaman pangan maupun hortikultura.

Pasalnya, secara umum komoditas perkebunan ditanam pada daerah-daerah lahan kering di areal dataran tinggi yang memiliki karakteristik berbeda dengan tanaman pangan maupun hortikultura.

"Sehingga apabila terjadi bencana alam akibat fenomena La Nina, seperti banjir, angin puting beliung, tanah longsor, banjir bandang dan serangan OPT tidak berdampak secara signifikan terhadap tanaman perkebunan. Namun akan berpengaruh terhadap produksi,” kata Ardi di Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Adapun dampak negatif dari fenomena La Nina terhadap subsektor perkebunan di Indonesia, antara lain terjadinya eksplosi organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

Eksplosi OPT itu khususnya adalah berbagai penyakit akibat jamur, serangan hama tikus dan penurunan mutu hasil produksi perkebunan serta terjadi banjir pada lahan perkebunan terutama pada lahan gambut.

Baca juga: Sawah Petani di Jatiluwih, Bali, Diserang OPT, Kementan Sarankan Ikut AUTP

Pasalnya gambut merupakan lahan yang sensitif untuk ditanami komoditas perkebunan.

Jadi apabila tidak dikelola dengan baik terutama pada musim kemarau berpotensi menyebabkan kebakaran lahan, sedangkan pada musim penghujan akan menyebabkan banjir.

Tak hanya itu, komoditas perkebunan mayoritas ditanam pada dataran tinggi dengan tingkat topografi yang curam atau di lereng gunung. Akibatnya apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi dapat memicu tanah longsor yang berdampak pada lahan perkebunan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com