Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Mafia Pelabuhan, Siapa Sih Mereka?

Kompas.com - 22/11/2021, 05:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di pelabuhan ada fungsi kepemerintahan, yaitu quarantine, immigration, customs (QIC). Di sisi lain, ada badan usaha pelabuhan atau BUP. Pihak pertama sering disebut regulator sementara yang terakhir merupakan operator.

Regulator dalam arti sempit sejatinya adalah aparat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang ada di pelabuhan – Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan. Sementara dalam arti luas adalah semua instansi pemerintah yang ada atau kewenangannya menyentuh pelabuhan. Termasuk QIC tadi.

Sedikit soal urusan sentuh-menyentuh pelabuhan, setidaknya ada 13 instansi yang terlibat dalam proses ekspor-impor barang di pelabuhan. Fasilitas ini betul-betul highly regulated.

Dualisme operator-regulator adalah fakta paling keras bagaimana power sharing itu berlangsung di pelabuhan. BUP dikerangkeng hanya sebagai operator dan diposisikan untuk mencari duit sebanyak-banyaknya. Mereka tidak boleh mengeluarkan hal-hal yang berbau regulasi. Contoh, untuk urusan tarif saja saja harus dilaporkan dulu ke regulator untuk dikeluarkan aturannya.

Jika tidak, bisa panjang urusannya. Dari hubungan yang asimetris tadi lama-lama berkembang filosofi “kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah”. Dari sisi kehadiran fisik regulator di pelabuhan juga menyampaikan pesan bahwa mereka sangat powerful. Lihatlah kantor-kantor instansi QIC di pelabuhan, hampir semuanya berukuran besar.

Apa way out bagi masalah mafia dan pungli yang membelit pelabuhan? Saya menyarankan agar dirobohkan dulu fondasi kekuasaan dan ekonomi yang ada di pelabuhan saat ini. Kalau tidak, jangan harap masalah tersebut akan tuntas hingga ke akarnya.

Baca juga: Soal Pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, Pengusaha: Uang Tip yang Dibudidayakan

Dari mana memulainya?

Amendemen seluruh perundang-undangan yang hilirnya sampai di dalam pelabuhan. Tujuannya untuk mengurangi pihak-pihak yang memiliki “taring” di pelabuhan.

Setelah itu, dirikan sebuah lembaga yang terintegrasi, tunggal, dan berkuasa penuh di pelabuhan. Kepada badan inilah seluruh aktivitas quarantine, immigration, customs didelegasikan. Mohon dicatat, didelegasikan bukan dihilangkan.

Instansi QIC tetap bisa masuk ke pelabuhan tetapi hanya untuk mengurusi kasus-kasus besar semisal penyelundupan dan wabah menular.

Di samping itu, badan itu juga merupakan badan usaha yang dapat menjalankan roda bisnis kepelabuhanan. Banyak contoh di dunia ini di mana regulator dan operator berada dalam satu kamar yang sama. Port of Rotterdam misalnya.

Dikaitkan dengan revolusi mental yang diusung oleh Presiden Joko Widodo, barangkali inilah revolusi yang harus diselesaikan. Pelabuhan kita harus direvolusi, bukan direformasi karena selama ini reformasi itu tidak efektif.

Preman sudah digulung karena pungli di pelabuhan oleh Polri namun tidak mafia. Tetapi mereka berdua hanyalah gejala bukan penyakitnya. Jadi jangan salah fokus!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com