Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Mafia Pelabuhan, Siapa Sih Mereka?

Kompas.com - 22/11/2021, 05:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PELABUHAN menjadi sorotan beberapa pejabat tinggi pemerintahan beberapa waktu lalu. Mulai dari menteri koordinator hingga jaksa agung. Tidak ketinggalan ketua KPK sebagai pihak di luar pemerintahan. Masalah mafia pelabuhan menjadi fokus perhatian mereka.

Inilah kali kedua “para dewa” negeri ini buka suara seputar isu kepelabuhanan. Sebelumnya, belum terlalu lama, Presiden Joko Widodo sendiri yang menyorotinya saat dia berdialog dengan para sopir kontainer yang mengeluhkan adanya pungutan liar (pungli) di dalam dan seputaran pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Beliau ketika itu langsung menelepon Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk menyampaikan keluhan para sopir itu. Kendati berbeda strata di pemerintahan, yang satu anak buah dan mitra, yang lainnya bos besar, namun pesan yang disampaikan jelas: bahwa pelabuhan menjadi sarang kegiatan kelam. Ada permafiaan dan pungli di sana.

Melihat interval waktu antara pertemuan Presiden Jokowi dengan para sopir kontainer dan pernyataan Menkomarves Luhut B Pandjaitan serta Ketua KPK Firli Bahuri soal mafia pelabuhan, sepertinya ada upaya serius menghabisi masalah ini.

Atau, bisa juga, masalah ini sebenarnya tidak bisa diselesaikan. Dan, pernyataan bahwa ada pungli dan mafia di pelabuhan yang diselatankan oleh para pejabat itu tak lebih dari ungkapan keputusasaan mereka dalam mengatasinya.

Entahlah. Namun, satu yang jelas, pelabuhan-pelabuhan kita memang ada masalah. Bukan hanya satu-dua tetapi banyak dan bersifat multidimensional. Upaya untuk menyikatnya pun sudah berlangsung sejak dulu. Dari masa Presiden Soeharto hingga kini. Tetapi problemnya tetap tak terpecahkan.

Baca juga: JICT Tindak Tegas Oknum Pelaku Pungli di Pelabuhan

Presiden RI kedua itu dicatat sejarah pernah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi. Konon katanya, saat itu untuk mengurus impor-ekspor pengusaha harus melewati sekitar 42 meja di instansi Bea dan Cukai.

Melalui aturan dimaksud urusan kepabeanan dipercepat dengan menyerahkannya kepada perusahaan Suisse Generale Surveillance atau SGS. Pegawai BC-nya dirumahkan dengan tetap digaji.

Pada 2016, ketika mengunjungi pelabuhan Tanjung Priok Presiden Jokowi pernah mengkritik tingginya dwelling time (DT) di pelabuhan yang masih berkisar antara 3,2 hingga 3,7 hari. Sejurus kemudian, merespons hal itu dibentuklah satuan tugas DT di lembaga kepolisian oleh pimpinan Polri.

Sejak dibentuk, satgas berhasil menggulung aktor-aktor pungli di berbagai pelabuhan di Tanah Air beserta uang haramnya yang bernilai milyaran rupiah. Mereka pun dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sepertinya di dalam tingginya dwelling time terdapat aktivitas pungli yang tinggi. Sayang, putusan hakim tidak sepenuhnya memuaskan; malah ada yang divonis bebas.

Siapa mafia pelabuhan?

Pertanyaanya sekarang, siapa mafia pelabuhan yang dituding oleh para pejabat? Menjawabnya jelas sesuatu yang sulit. Namanya saja mafia. Karenanya saya hanya akan menyoroti bagaimana mafia itu muncul di pelabuhan. Selebihnya biarlah pembaca yang menyimpulkan siapa mereka itu.

Mafia pelabuhan berakar pada praktik bagi-bagi kekuasaan (power sharing). Pelabuhan adalah ladang bisnis yang sangat mengiurkan dengan jumlah perputaran uang yang luar biasa besarnya.

“Harta” sebagus itu sayang dilewatkan begitu saja; ia perlu dibagi rata di antara sesama pemain. Bahkan, preman pun, mulai dari yang berdasi rapi hingga yang hanya bersendal jepit dan berbaju seadanya, dapat jatah atau bisa mengambil jatah dari bisnis kepelabuhanan nasional.

Dari power sharing kemudian menjadi profit sharing. Ini seperti dua sisi mata uang koin. Sulit menentukan sejak bila keduanya muncul.

Baca juga: Bongkar Mafia Pelabuhan, DPR Didorong Bentuk Pansus Dwell Time

Di pelabuhan ada fungsi kepemerintahan, yaitu quarantine, immigration, customs (QIC). Di sisi lain, ada badan usaha pelabuhan atau BUP. Pihak pertama sering disebut regulator sementara yang terakhir merupakan operator.

Regulator dalam arti sempit sejatinya adalah aparat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang ada di pelabuhan – Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan. Sementara dalam arti luas adalah semua instansi pemerintah yang ada atau kewenangannya menyentuh pelabuhan. Termasuk QIC tadi.

Sedikit soal urusan sentuh-menyentuh pelabuhan, setidaknya ada 13 instansi yang terlibat dalam proses ekspor-impor barang di pelabuhan. Fasilitas ini betul-betul highly regulated.

Dualisme operator-regulator adalah fakta paling keras bagaimana power sharing itu berlangsung di pelabuhan. BUP dikerangkeng hanya sebagai operator dan diposisikan untuk mencari duit sebanyak-banyaknya. Mereka tidak boleh mengeluarkan hal-hal yang berbau regulasi. Contoh, untuk urusan tarif saja saja harus dilaporkan dulu ke regulator untuk dikeluarkan aturannya.

Jika tidak, bisa panjang urusannya. Dari hubungan yang asimetris tadi lama-lama berkembang filosofi “kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah”. Dari sisi kehadiran fisik regulator di pelabuhan juga menyampaikan pesan bahwa mereka sangat powerful. Lihatlah kantor-kantor instansi QIC di pelabuhan, hampir semuanya berukuran besar.

Apa way out bagi masalah mafia dan pungli yang membelit pelabuhan? Saya menyarankan agar dirobohkan dulu fondasi kekuasaan dan ekonomi yang ada di pelabuhan saat ini. Kalau tidak, jangan harap masalah tersebut akan tuntas hingga ke akarnya.

Baca juga: Soal Pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, Pengusaha: Uang Tip yang Dibudidayakan

Dari mana memulainya?

Amendemen seluruh perundang-undangan yang hilirnya sampai di dalam pelabuhan. Tujuannya untuk mengurangi pihak-pihak yang memiliki “taring” di pelabuhan.

Setelah itu, dirikan sebuah lembaga yang terintegrasi, tunggal, dan berkuasa penuh di pelabuhan. Kepada badan inilah seluruh aktivitas quarantine, immigration, customs didelegasikan. Mohon dicatat, didelegasikan bukan dihilangkan.

Instansi QIC tetap bisa masuk ke pelabuhan tetapi hanya untuk mengurusi kasus-kasus besar semisal penyelundupan dan wabah menular.

Di samping itu, badan itu juga merupakan badan usaha yang dapat menjalankan roda bisnis kepelabuhanan. Banyak contoh di dunia ini di mana regulator dan operator berada dalam satu kamar yang sama. Port of Rotterdam misalnya.

Dikaitkan dengan revolusi mental yang diusung oleh Presiden Joko Widodo, barangkali inilah revolusi yang harus diselesaikan. Pelabuhan kita harus direvolusi, bukan direformasi karena selama ini reformasi itu tidak efektif.

Preman sudah digulung karena pungli di pelabuhan oleh Polri namun tidak mafia. Tetapi mereka berdua hanyalah gejala bukan penyakitnya. Jadi jangan salah fokus!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com