Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Masih Cari Skema Transisi Energi agar Tarif Listrik Tidak Naik

Kompas.com - 22/11/2021, 17:27 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah masih mengkaji skema transisi energi yang tepat untuk mencapai bebas emisi atau net zero emission di Indonesia. Hal itu mengingat transisi energi akan berdampak pada terkereknya harga energi.

Ia menjelaskan, harga pengoperasian energi baru terbarukan (EBT) lebih mahal ketimbang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara, yang selama ini sudah digunakan sebagai sumber energi. Maka ketika beralih ke energi terbarukan, akan ada selisih harga dari energi sebelumnya.

"Misalnya pendanaan datang, investasi datang. Kan harganya lebih mahal dari batu bara. Siapa yang bayar gap-nya ini? Ini yang belum ketemu. Apa negara? Enggak mungkin, itu angkanya berapa ratus triliun, enggak mungkin," ungkapnya dalam acara The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11/2021).

Baca juga: Pemerintah Perpanjang PPKM Level 3 Sampai 6 Desember di 109 Wilayah Luar Jawa-Bali

Di sisi lain, lanjut Jokowi, gap tersebut juga tak bisa dibebankan kepada masyarakat, lantaran malah akan berdampak pada kenaikan tarif listrik hingga dua kali lipat.

"Atau dibebankan ke masyarakat? Tarif listrik naik? juga tidak mungkin. Ramai nanti kalau terjadi seperti itu, karena kenaikannya sangat tinggi sekali. Wong naiknya 10-15 persen saja demonya tiga bulan. Ini naik dua kali, enggak mungkin," imbuhnya.

Oleh sebab itu, penting untuk segera ditemukan skema yang tepat dalam mengejar target transisi energi. Jokowi bilang, dia sudah meminta jajarannya untuk menemukan skema yang bisa menyelesaikan persoalan gap harga energi tersebut.

Penugasan itu diberikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

"Tapi kalkukasinya harus yang riil, ada hitung-hitungan angka riilnya. Karena kalau ini (energi) bisa kita transisikan, pasti ada harga yang naik. Nah pas naik ini, pertanyaannya siapa yang tanggung jawab? Pemerintah atau masyarakat atau masyarakat global? Apa mau mereka nombokin negara ini? Ini bukan sesuatu yang mudah," ungkap Jokowi.

Baca juga: Cukupi Modal Inti, Bank Neo Bakal Right Issue Rp 2,5 Triliun

Menurut Jokowi, Indonesia sendiri memiliki potensi besar energi terbarukan yang bisa dikembangkan mencapai 418 giga watt (GW).

Mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), hingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Saat ini, pembangkit listrik yang dalam rencana dikembangkan adalah pembangunan PLTMH di Sungai Kayan di Kalimantan yang punya potensi mencapai 13.000 megawatt (MW) dan Sungai Membrano di Papua mencapai 24.000 MW.

Menurut Jokowi, ada banyak investor yang berminat untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan Indonesia. Adapun untuk PLTMH di Kalimantan, akan menjadi sumber listrik bagi kawasan industri di sana.

Ia meyakini, bila proyek-proyek PLTMH tersebut berjalan baik, maka akan memberikan dampak positif untuk mendorong transisi energi di Indonesia.

"Tapi kalau ini enggak jalan, wah ini kalau mengharapkan global nombok gratisan, enggak mungkin mereka mau. Kami sudah bicara dengan Bank Dunia, investor dari Inggris waktu di Glasgow, pertanyaan pun pasti ke sana, siapa yang menanggung itu (gap harga energi)?," paparnya.

Oleh karena itu, Jokowi ingin kajian mengenai skema transisi energi bisa ada kemajuan dan dihitung secara matang-matang. Sebab, kata dia, isu skema transisi energi ini sudah bergulir selama dua tahun, termasuk di tingkat global.

Jokowi ingin setidaknya skema transisi energi di Indonesia bisa ada gambaran jelas di tahun depan, sehingga bisa dipaparkan dalam pertemuan G20 di 2022 mendatang yang akan berlangsung di Bali.

"Ini adalah PR besar kita dalam rangka transisi energi, dan nanti akan kita ulang lagi tema itu dalam G20 di Bali. Saya enggak mau ceritanya sama kayak 1-2 tahun lalu," katanya.

"Saya minta masukan dan kalkulasi yang detail, angka kenaikan berapa, gap yang harus dibayar berapa. Kalau ketemu, syukur kalau bisa dirumuskan pakai ini dari jurus ini bisa diselesaikan, dari sisi ini bisa diselesaikan. Kalau ketemu, saya akan sampaikan itu di G20 tahun depan," pungkas Jokowi.

Baca juga: BBM Satu Harga Sudah Jangkau 319 Titik di Wilayah 3T

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com