Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Kemaritiman: Efisiensi Biaya Logistik Kunci Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Kompas.com - 24/11/2021, 17:54 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Salah satunya adalah keputusan Kementerian BUMN yang membentuk holding pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Penyatuan Pelindo I-IV ini dinilai sebagai momentum untuk menciptakan supply chain logistik pelabuhan yang lebih efisien.

Baca juga: Ini Kesiapan AirNav Guna Pendaratan Pesawat Logistik di Lombok Untuk Event WSBK

Direktur Namarin Institute Siswanto Rusdi mengatakan, sebagai negara kepulauan, pelabuhan menjadi salah satu kunci pendorong ekonomi Indonesia.

Sayangnya, operasional pelabuhan di Indonesia masih boros biaya. Akibatnya biaya logistik menjadi sangat mahal sehingga daya saing nasional sulit beranjak naik.

Dengan adanya integrasi semua pelabuhan milik BUMN dalam satu atap komando diharapkan setiap pelabuhan memiliki sistem dan standar kualitas layanan yang sama.

"Indonesia adalah negara kepulauan dengan segala potensi dan tantangannya. Pembentukan holding pelabuhan harus diikuti dengan kebijakan yang mampu memangkas mata rantai birokrasi yang selama ini menciptakan ekonomi biaya tinggi. Efisiensi logistik ini akan mendorong percepatan pemulihan ekonomi kita," kata Siswanto melalui keterangan tertulis, Rabu (24/11/2021)

Siswanto menjelaskan, biaya mahal logistik sejatinya dapat ditelusuri sejak barang diangkut dari gudang milik konsumen hingga sampai ke lokasi tujuan.

Baca juga: Perusahaan Logistik AirAsia Luncurkan Pesawat Kargo Boeing 737-800

Dari mata rantai perjalanan barang tersebut, berbagai biaya sudah mengikuti, mulai biaya yang sifatnya pasti maupun biaya lain yang seringkali tidak terukur.

"Efisiensi logistik harus lebih fokus pada aktivitas yang berada di darat. Seperti memperpendek birokrasi dan mendorong digitalisasi layanan pelabuhan agar biayanya semakin terukur dan pasti. Mengharapkan biaya pelayaran untuk lebih efisien rasanya sulit karena ruang untuk itu sangat terbatas," kata dia.

Sementara itu, dalam kajiannya Sekretariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menemukan fakta kawasan pelabuhan menjadi salah satu faktor pemicu tingginya biaya logistik.

Dalam kajian periode 2021–2022 itu, faktor birokrasi dan layanan di pelabuhan laut yang tidak terintegrasi dan tumpang tindih, termasuk banyaknya instansi pemerintah yang terlibat serta rendahnya koordinasi menjadikan biaya logistik mahal.

Efisiensi logistik pelabuhan dapat dimulai dengan mengeluarkan regulasi yang mengatur biaya forwarder yang selama ini tidak terkontrol.

Baca juga: Lewat Aplikasi Ini, Pelaku UMKM Bisa Jalankan Bisnis Logistik

Biaya itu di antaranya meliputi biaya pelayaran/pelabuhan, inventory, administrasi dan lain-lain yang semuanya diurus oleh forwarder.

"Instrumen biaya forwarder inilah yang seringkali memicu biaya logistik mahal. Karena tidak ada regulasi yang mengatur terkait jasa layanan yang diberikan oleh forwarder ini. Regulasi pemerintah dibutuhkan untuk menciptakan kepastian bagi pelaku usaha lainnya," ujar Stranas PK.

Sebelumnya, Direktur Strategi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Prasetyo menyebutkan, biaya logistik di Indonesia mencapai 23 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dari 23 persen itu, biaya logistik di laut hanya sekitar 2,8 persen.

"Yang lainnya terdistribusi pada beberapa peran yaitu darat, utamanya di inventory dan beberapa bagian lain," kata dia dalam sebuah diskusi virtual.

Baca juga: PPKM Jawa-Bali, Sopir Logistik Kini Harus Punya Kartu Vaksin dan Tes Antigen

Prasetyo bilang, ada lima faktor utama pemicu biaya logistik tinggi. Pertama adalah regulasi dari pemerintah, terutama dalam hal ekosistem atau pelayanan logistik.

Kedua, efisiensi value chain darat karena keterbatasan infrastruktur dan kurangnya konektivitas antara darat dengan pelabuhan.

Ia mencontohkan pengembangan jalur infrastruktur darat di Pulau Jawa atau trans Jawa ikut merubah peta logistik nasional.

Faktor ketiga menyangkut efisiensi value chain maritim yang masih belum optimal. Contohnya pelayaran dengan menggunakan kapal-kapal kecil untuk mengangkut logistik ke Indonesia Timur.

Keempat adalah terkait kinerja operasi dan pengembangan atau optimalisasi kapasitas dari infrastruktur pelabuhan.

Baca juga: Resmikan Pelabuhan Logistik Pertama di NTT, Jokowi: Supaya Pelabuhan Labuan Bajo yang Lama Bersih

Kelima adalah supply and demand yang tidak seimbang karena masih terpusat di Pulau Jawa. Dia menyebut masih banyaknya supply dari Jawa ke daerah-daerah, sementara saat akan kembali peti kemas dari daerah-daerah tersebut cenderung kosong.

"Kami berharap dengan merger Pelindo I,II,III, dan IV menjadi Pelindo, biaya logistik ini bisa dioptimalkan. Kami bisa melakukan efisiensi dalam beberapa strategi seperti standarisasi SDM, dan juga capex untuk berinvestasi," ujar Prasetyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com