JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan iklim dan tingginya atensi dunia soal pemanasan global dan emisi gas rumah kaca (GRK) turut mempengaruhi cara pandang terhadap produk yang dihasilkan sebuah perusahaan.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kemendag Marolop Nainggolan mengatakan, saat ini dunia lebih memilih produk-produk ramah lingkungan.
Artinya, produk yang ingin menembus pasar ekspor pun harus memegang prinsip keberlanjutan (sustainability).
Baca juga: Wakil Mendag: Lebih 7000 Produk Ekspor ke Negara EFTA Tanpa Bea Masuk
"Kemendag melihat, dunia ini tidak bisa lagi kita rambah pasar ekspor kalau kita tidak punya sustainability, keberlanjutan. Kalau produk kita tidak bisa menunjukkan upaya-upaya menuju kepada sustainability, sudah tidak akan bisa diterima oleh pasar," kata Marolop dalam acara pelepasan ekspor reduktan herbisida, Selasa (30/11/2021).
Marolop mengungkapkan, perusahaan dunia pun mulai mencari mitra yang sesuai dengan tujuan keberlanjutan.
Hal ini disebabkan dunia sudah berkomitmen tidak akan memberi dukungan kepada perusahaan beremisi, berupa insentif maupun kemudahan berusaha lainnya.
Di sisi lain, perusahaan yang sudah memiliki produk ramah lingkungan perlu memanfaatkan peluang ini. Kepentingan dunia yang mereduksi emisi karbon membuat produk ramah lingkungan lebih mudah diterima.
"Sangat mudah sebenarnya, sangat mudah mempromosikan produk yang sustainable pada saat ini. Ini membuktikan bahwa perusahaan dunia, di luar sana, telah memberikan perhatian yang cukup besar untuk produk-produk seperti ini," ucap Marolop.
Baca juga: Potensi Nilai Ekspor Cangkang Sawit ke Jepang Capai 12 Juta Dollar AS
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo sempat menegaskan hal serupa. Kini, dunia hanya mendukung negara-negara yang bertransformasi ke energi hijau.
Sedangkan negara yang enggan melakukan transisi justru diberikan disinsentif.
Berdasarkan pembicaraan tingkat dunia, negara-negara maju sudah berkomitmen untuk menggelontorkan dana hingga 100 miliar dollar AS setiap tahun mendukung transisi energi.
"Ini yang harus mulai disiapkan. Karena akan ditekan kita, jangan berinvestasi di Indonesia karena masih gunakan fosil. Nekennya pasti kayak gitu. Ini yang harus kita antisipasi," tandas Jokowi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.