Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Buruh Menjerit di Tengah Covid

Kompas.com - 01/12/2021, 11:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI belum juga berhenti. Tekanan ekonomi masih tinggi. Kini para buruh harus menghadapi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang dinilai tak manusiawi.

Ribuan buruh di berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi. Mereka emosi karena pemerintah dinilai mengabaikan kondisi mereka di tengah pandemi dan tekanan ekonomi yang masih tinggi.

Kenaikan UMP tahun 2022 yang hanya sekitar 1 persen dinilai melukai dan mencederai rasa keadilan dan mengabaikan nasib buruh yang tengah kesulitan dan kesusahan karena pandemi yang tak kunjung pergi.

Tak hanya menggelar unjuk rasa, para buruh juga mengancam akan melakukan mogok kerja. Ini dilakukan guna menekan pemerintah dan pengusaha agar merevisi kenaikan UMP 2022 yang dinilai tak manusiawi.

Pasalnya, kenaikan UMP yang hanya sekitar 1 persen dianggap tak layak dan jauh dari cukup. Para buruh menuntut kenaikan UMP tahun depan seharusnya di kisaran 7 hingga 10 persen.

Sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan mengumumkan, bahwa kenaikan UMP 2022 hanya sebesar 1,09 persen.

Kemnaker berdalih, angka ini merupakan hasil simulasi formulasi penghitungan kenaikan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Terendah sepanjang sejarah

Kenaikan UMP tahun 2022 yang hanya sebesar 1,09 persen ini dianggap sangat tidak layak dan terlampau rendah.

Saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang terpuruk karena dihantam pandemi. Buruh menjadi salah satu kelompok  rentan dalam kondisi ini. Upah minimum seharusnya menjadi jaring pengaman sosial agar mereka tidak terpuruk lebih dalam lagi.

Kenaikan UMP ini dianggap terendah sepanjang sejarah. Sebagai contoh, kenaikan UMP DKI Jakarta dari tahun 1999 hingga 2021 rata-rata antara belasan hingga puluhan persen. Bahkan di tahun 2000 kenaikannya mencapai hampir 50 persen.

Kenaikan UMP terendah di DKI hanya terjadi pada tahun 2010 yakni sekitar 4 persen. Bahkan tahun 2021 saat pandemi masih menjadi-jadi, kenaikan UMP di DKI Jakarta masih di angka 3,27 persen.

Korban UU Ciptaker

UU Cipta Kerja dituding menjadi biang kerok terkait kenaikan UMP yang dianggap sangat tidak layak ini. Karena formulasi penghitungan UMP tahun 2022 ini sudah menggunakan PP No 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Hasilnya, secara rata-rata nasional, kenaikan UMP sama sekali tidak signifikan. Ini terjadi karena penghitungan UMP saat ini tak lagi memasukkan unsur Kebutuhan Hidup Layak (KHL) seperti sebelumnya. 

Unsur KHL dalam penghitungan UMP di PP 78/2015 tentang Pengupahan sudah tidak digunakan lagi. Karena, PP 36/2021 yang merupakan turunan UU Cipta Kerja hanya fokus mempertimbangkan variabel di luar kebutuhan pekerja seperti kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan seperti tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah.

Standar KHL dihapus dari perhitungan UMP dan seluruh komponen penghitungan menggunakan indikator makro pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat. PP Nomor 36 Tahun 2021 ini juga tidak lagi memberi ruang perundingan secara bipartit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Whats New
Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Whats New
Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Whats New
BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

Whats New
Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Whats New
Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Whats New
Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Whats New
Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Whats New
Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Whats New
Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Whats New
Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com