MESKIPUN tetap merawat kejayaan masa lalu, Mesir tampaknya tidak mau ketinggalan dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Hal itu terlihat dari banyak dibangunnya pembangkit listrik tenaga surya di sejumlah obyek-obyek wisata peninggalan masa lalu, seperti piramida. Bahkan, di sekeliling halaman kompleks benteng Salahuddin Ayyudi di Kairo terpasang panel-panel energi surya.
Meskipun kaya sumber daya alam yang mengagumkan, seperti minyak dan gas, negara yang terletak di benua Afrika itu tak mau ketinggalan dalam pembangunan pembangkit EBT seperti tenaga surya. Sebagai catatan, Mesir merupakan produsen minyak terbesar di Afrika, di luar anggota OPEC.
Pada akhir 2020, Mesir tercatat memiliki cadangan terbukti hidrokarbon 3,6 miliar barel minyak dan 75,5 triliun kaki kubik (tcf) gas alam. Pemerintah Mesir mendorong perusahaan minyak internasional (international oil company/IOC) untuk berpartisipasi di sektor minyak dan gas.
Baca juga: Kemandirian Pangan dan Energi Baru Terbarukan Jadi Perubahan Penting Dalam Perekonomian
Yang terbaru, perusahaan minyak Italia, Eni, mengumumkan pada awal bulan bahwa mereka telah membuat tiga penemuan sumber minyak dan gas baru di wilayah Meleiha di Mesir bagian barat, dengan cadangan minyak sekitar 50 juta barel minyak mentah. Penemuan tersebut merupakan angin segar bagi Kairo yang menargetkan untuk mencapai swasembada produk minyak bumi pada 2023.
Hingga kini sektor perminyakan masih merupakan salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di negara tersebut dengan memberikan kontribusi sebesar 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun fiskal 2019/2020.
Selanjutnya, Kementerian Perminyakan dan Sumber Daya Mineral bekerja untuk memperbesar kontribusi sektor ini terhadap PDB untuk mengubah Mesir menjadi pusat perdagangan energi.
Meski di atas kertas, prospek minyak dan gas di negara tersebut menjanjikan, tetapi pemerintah tidak gegabah dengan hanya mengandalkan bahan bakar fosil. Untuk menjadi negara yang mandiri secara energi, Mesir harus memulai transisinya ke energi terbarukan, dengan mengurangi konsumsi produk minyaknya.
Salah satu langkahnya adalah meningkatkan sumber energi baru terbarukan. Mesir bermaksud untuk meningkatkan pasokan listrik yang dihasilkan dari sumber terbarukan menjadi 20 persen pada tahun 2022 dan 42 persen tahun 2035.
Salah satu sumber EBT itu adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Dengan menerima sekitar 2.800 hingga 3.200 jam sinar matahari setiap tahun, Mesir menjadi salah satu lokasi terbaik di dunia untuk memanfaatkan tenaga surya. Proyek PLTS pertama di negara tersebut dibangun pada 2011 di Kuraymat dengan kapasitas terpasang 140 Mega Watt, dan kini ada banyak PLTS yang tersebar di negara tersebut.
Sejumlah lembaga keuangan internasional turut berperan aktif dalam pembangunan PLTS di Mesir, di antaranya International Financing Company (IFC), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD, dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Keikutsertaan mereka dalam proyek pendanaan tersebut tak lepas dari reformasi total kebijakan pemerintah di sektor energi yang lebih terbuka pada pendanaan pihak ketiga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.