Menurut Alhairi, banyak tembakau dibuang karena tidak ada yang membelinya. Namun, kata dia, hal itu tidak terjadi pada petani mitra.
Petani mitra adalah petani yang bergabung dengan perusahaan pemasok tembakau untuk Sampoerna melalui program kemitraan “Sistem Produksi Terpadu”. Program ini telah dijalankan Sampoerna sejak 2009.
Para petani mitra pun tak harus gigit jari karena ada komitmen pembelian tembakau sesuai jumlah dan mutu yang telah disepakati.
Pasca peristiwa letusan Gunung Raung yang berimbas pada pendapatan mereka, Alhairi, Jumari, dan Mursidi memutuskan bergabung sebagai petani mitra melalui perusahaan pemasok tembakau Sampoerna, Sadhana. Mereka bergabung pada tahun 2016 dan 2017.
Alhairi mengatakan, ia memutuskan menjadi petani mitra setelah melihat para petani mitra yang tak harus membuang tembakaunya saat letusan Gunung Raung.
“Waktu gunung meletus sampai banyak tembakau dibuang, ini petani yang bukan mitra. Yang mitra ya enak. Saya terpengaruh ikut mitra waktu itu. Tapi baru bisa masuk tahun 2017. Ya gara-gara itu (saat gunung meletus), tembakau sampai dibuang-buang. Tidak laku. Tidak ada yang mau beli. Tapi Sampoerna ke mitranya tetap beli. Jadi pasti ingin ikut mitra,” ujar dia.
Alasan yang sama diungkapkan Mursidi. Pukulan keras pasca letusan Gunung Raung, mendorongnya ingin bergabung sebagai petani mitra.
“Sebelum saya ikut mitra itu kan ada Gunung Raung yang meletus. Itu yang paling berefek. Tembakau saya juga harganya anjlok. Sedangkan di gudang teman-teman dan saudara-saudara saya yang ikut mitra harganya tetap. Sedangkan kami yang tidak ikut mitra, kewalahan menjualnya. Di situ enaknya ikut mitra,” kata Mursidi.
Menjadi petani mitra membuat hati mereka lega. Salah satunya, karena ada komitmen pembelian tembakau hasil panen.
Para petani tak hanya mendapatkan itu. Melalui Sistem Produksi Terpadu melainkan para petani mendapatkan pengetahuan mengenai Praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices).
Ada pendampingan dan pelatihan yang diberikan kepada para petani tembakau untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertaniannya. Dengan berbagai pelatihan ini, diharapkan bisa menjaga kualitas dan mendorong peningkatan pendapatan petani tembakau.
Baca juga: Kemenkes Dukung Tarif Cukai Tembakau Disederhanakan untuk Manfaat JKN BPJS Kesehatan
Menurut Mursidi, berbagai pelatihan telah diikutinya sejak menjadi petani mitra. Misalnya, pelatihan cara bertanam tembakau yang baik agar hasil panennya bagus, cara pengeringan tembakau yang efektif, serta diperkenalkan penggunaan alat pertanian yang lebih modern.
Ia mengatakan, dengan pengetahuan-pengetahuan baru itu, tak hanya hasil panen yang lebih baik, tetapi juga bisa menghemat biaya produksi.
Mursidi mencontohkan, petani diajarkan membuat bedengan yang digunakan untuk proses pengeringan tembakau.
“Apalagi pakai tunnel, cara pengeringannya itu sudah tidak ribet. Kalau dulu, mulai dari basah sampai kering, jemur terus. Biayanya yang tinggi, karena butuh waktu satu minggu. Kalau pakai ini (tunnel), hanya jemur dua hari atau tidak usah dijemur langsung dimasukkan seperti ini (menunjuk daun-daun tembakau di belakangnya). Biayanya juga lebih irit,” kata Mursidi.