Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Cerita Petani Tembakau, dari Warisan hingga Cinta...

Kompas.com - 01/12/2021, 20:05 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada banyak alasan mengapa seseorang bertahan pada satu profesi. Ada yang beralasan karena terpaksa untuk menghidupi keluarganya dan ada juga yang merasa karena kecintaannya terhadap profesi tersebut.

Inilah yang terjadi pada petani tembakau, Mursidi, Alhairi, dan Jumari. Ketiganya sudah belasan bahkan puluhan tahun menjadi petani tembakau di Jember, Jawa Timur.

Ada yang karena profesi “warisan”, ada yang memang memilih bertahan menjadi petani tembakau karena “cinta”.

Banyak suka duka yang mereka rasakan selama menjadi petani salah satu bahan baku rokok ini.  Namun mereka mengaku kini lebih banyak suka setelah menjadi bagian dari petani mitra pemasok tembakau untuk PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).

Baca juga: Waswas Tarif Cukai Rokok Naik, Buruh Tembakau Mengadu ke Kemenaker

Alhairi menjalani profesi sebagai petani tembakau karena meneruskan pekerjaan yang telah dilakoni orangtuanya. Lama kelamaan, tak sekadar meneruskan, ia mengaku juga mencintai profesi ini.

Diakui Alhairi, bertanam tembakau itu penuh seni.

Tembakau ini memang lain. Seperti ada seninya. Senang. Ya cinta itu sudah pasti. Cinta menanam tembakau itu seperti apa ya? Kalau tidak menanam seperti gatal ingin menanam,” kata Alhairi dalam keterangan tertulis HMSP, Rabu (1/12/2021).

Jumari juga hampir sama. Ia bertanam tembakau karena masyarakat di lingkungan sekitarnya berprofesi sebagai petani tembakau.

Jumari mulai belajar menanam tembakau pada tahun 1995. Dari hasil bertanam tembakau, ia bisa membeli sawah sendiri, sekitar setelah 10 tahun menjadi petani tembakau. “Dari orangtua tidak diberi sawah, akhirnya beli sendiri, tahun 2014 atau 2015,” ujar Jumari.

Sawahnya kini kian luas karena Jumari kembali menambah luasan lahan yang dimilikinya pada tahun 2017.

Sementara, Mursidi punya cerita lain lagi. Meski memiliki lahan tembakau, ia memilih menjadi sopir angkutan. Lahan tembakaunya digarap oleh orang lain. Kemudian, pada tahun 2015, Mursidi akhirnya memilih banting setir dan lebih serius menjadi petani tembakau.

“Ketimbang digarapkan ke orang lain hasilnya dibagi dua. Kalau digarap sendiri hasilnya mutlak punya sendiri,” kata Mursidi.

Menjadi petani tembakau, seperti yang dijalani Jumari, Mursidi, dan Alhairi bukan tanpa tantangan. Ketiganya juga pernah rugi. Apalagi, jika hasil panen rusak atau kualitasnya tak seperti yang diharapkan.

Pada 2015, saat terjadi letusan Gunung Raung, para petani tembakau terkena imbasnya. Harga jual tembakau anjlok. Mereka bertiga mengaku benar-benar rugi pada saat itu.

Tahun itu menjadi tahun yang berat bagi para petani tembakau. Kualitas tembakau hasil panen buruk karena dampak letusan gunung.

Menurut Alhairi, banyak tembakau dibuang karena tidak ada yang membelinya. Namun, kata dia, hal itu tidak terjadi pada petani mitra.

Petani mitra adalah petani yang bergabung dengan perusahaan pemasok tembakau untuk Sampoerna melalui program kemitraan “Sistem Produksi Terpadu”. Program ini telah dijalankan Sampoerna sejak 2009.

Para petani mitra pun tak harus gigit jari karena ada komitmen pembelian tembakau sesuai jumlah dan mutu yang telah disepakati.

Pasca peristiwa letusan Gunung Raung yang berimbas pada pendapatan mereka, Alhairi, Jumari, dan Mursidi memutuskan bergabung sebagai petani mitra melalui perusahaan pemasok tembakau Sampoerna, Sadhana. Mereka bergabung pada tahun 2016 dan 2017.

Alhairi mengatakan, ia memutuskan menjadi petani mitra setelah melihat para petani mitra yang tak harus membuang tembakaunya saat letusan Gunung Raung.

“Waktu gunung meletus sampai banyak tembakau dibuang, ini petani yang bukan mitra. Yang mitra ya enak. Saya terpengaruh ikut mitra waktu itu. Tapi baru bisa masuk tahun 2017. Ya gara-gara itu (saat gunung meletus), tembakau sampai dibuang-buang. Tidak laku. Tidak ada yang mau beli. Tapi Sampoerna ke mitranya tetap beli. Jadi pasti ingin ikut mitra,” ujar dia.

Alasan yang sama diungkapkan Mursidi. Pukulan keras pasca letusan Gunung Raung, mendorongnya ingin bergabung sebagai petani mitra.

“Sebelum saya ikut mitra itu kan ada Gunung Raung yang meletus. Itu yang paling berefek. Tembakau saya juga harganya anjlok. Sedangkan di gudang teman-teman dan saudara-saudara saya yang ikut mitra harganya tetap. Sedangkan kami yang tidak ikut mitra, kewalahan menjualnya. Di situ enaknya ikut mitra,” kata Mursidi.

Menjadi petani mitra membuat hati mereka lega. Salah satunya, karena ada komitmen pembelian tembakau hasil panen.

Para petani tak hanya mendapatkan itu. Melalui Sistem Produksi Terpadu melainkan para petani mendapatkan pengetahuan mengenai Praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices).

Ada pendampingan dan pelatihan yang diberikan kepada para petani tembakau untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertaniannya. Dengan berbagai pelatihan ini, diharapkan bisa menjaga kualitas dan mendorong peningkatan pendapatan petani tembakau.

Baca juga: Kemenkes Dukung Tarif Cukai Tembakau Disederhanakan untuk Manfaat JKN BPJS Kesehatan

Menurut Mursidi, berbagai pelatihan telah diikutinya sejak menjadi petani mitra. Misalnya, pelatihan cara bertanam tembakau yang baik agar hasil panennya bagus, cara pengeringan tembakau yang efektif, serta diperkenalkan penggunaan alat pertanian yang lebih modern.

Ia mengatakan, dengan pengetahuan-pengetahuan baru itu, tak hanya hasil panen yang lebih baik, tetapi juga bisa menghemat biaya produksi.

Mursidi mencontohkan, petani diajarkan membuat bedengan yang digunakan untuk proses pengeringan tembakau.

“Apalagi pakai tunnel, cara pengeringannya itu sudah tidak ribet. Kalau dulu, mulai dari basah sampai kering, jemur terus. Biayanya yang tinggi, karena butuh waktu satu minggu. Kalau pakai ini (tunnel), hanya jemur dua hari atau tidak usah dijemur langsung dimasukkan seperti ini (menunjuk daun-daun tembakau di belakangnya). Biayanya juga lebih irit,” kata Mursidi.

Hal yang sama diakui Alhairi. Ia mengatakan, banyak mendapatkan ilmu baru setelah bergabung menjadi petani mitra. “Soal mesin-mesin dulu kan tidak tahu. Petani mitra ada subsidi mesin,” ujar dia.

Memberikan bekal pengetahuan, kebutuhan bertani, dan dukungan teknis melalui perlengkapan yang lebih modern merupakan bagian dari komponen utama Sistem Produksi Terpadu.

Tujuannya, melatih para petani untuk memproduksi bertanam tembakau secara produktif, dan efisien, serta kompetitif dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Petani juga diedukasi dan dibekali alat perlindungan diri saat bertani.

Jumari menyebutkan, petani mitra mendapatkan celana panjang, sepatu boot, sarung tangan, masker, dan kaca mata. Perlengkapan ini bagian dari alat perlindungan diri saat melakukan aktivitas pertanian.

“Untuk menyemprot tembakau pakai pelindung itu. Sebelum jadi petani mitra, pakai baju senyamannya saja,” kata Jumari.

Melalui program kemitraan Sistem Produksi Terpadu, petani, pemasok, dan pabrikan, sama-sama mendapatkan manfaat.

Bagi petani, mereka akan mendapatkan pendapatan bersih yang lebih tinggi karena produksi dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, bisa mendapatkan akses pembelian yang jelas dan terjamin langsung ke tempat pembelian. Sementara, pabrikan mendapatkan manfaat pasokan tembakau yang berkesinambungan, serta dan integritas produk dan kualitas tembakau.

Baca juga: Cukai Rokok Bakal Naik, Bagaimana Dampaknya ke Petani Tembakau?

Baik Mursidi, Jumari, dan Alhairi mengaku, penghasilan yang mereka dapatkan sejak menjadi petani mitra kini lebih baik.

Lahan yang dimiliki Alhairi bertambah luas, sekitar 3 hektar. Selain itu, ia mempekerjakan 10 orang tetangganya untuk membantu bertanam tembakau sehingga bisa mendorong perekonomian di lingkungan sekitarnya. Alhairi juga bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi.

Demikian pula Mursidi. Anak sulungnya tengah menempuh pendidikan di salah satu politeknik di Surabaya. Bahkan, Mursidi mengaku bisa membangun rumah sendiri. “Saya sudah bisa bikin rumah sendiri. Anak tiga, yang satu sudah kuliah. Hasilnya dari tembakau, dan bisa menabung,” tutur Mursidi.

Sama seperti Alhairi, Mursidi mengaku lahan yang dimilikinya kini bertambah luas sehingga ia bisa mempekerjakan lebih banyak orang. Ada 12 orang yang saat ini membantunya bertani tembakau.

Baca juga: HM Sampoerna Investasi Rp 2,4 Triliun Bangun Fasilitas Produksi Tembakau di Karawang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com