Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OECD: Omicron Bisa Perlambat Pemulihan Ekonomi

Kompas.com - 03/12/2021, 12:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

LONDON, KOMPAS.com - Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) mengatakan, varian Omicrom memicu pelambatan pemulihan ekonomi.

Varian ini bahkan mampu memicu kenaikan inflasi dan memperlambat normalisasi atau pemulihan ekonomi dunia.

"Varian Omicron menambah tingkat ketidakpastian yang sudah tinggi. Dan ini bisa menjadi ancaman bagi pemulihan, menunda kembalinya normalitas atau sesuatu yang lebih buruk," kata Kepala Ekonom OECD, Laurence Boone mengutip Nikkei Asia, Jumat (3/12/2021).

Baca juga: Hadapi Omicron, Pemerintah Percepat Vaksinasi sampai 70 Persen dari Jumlah Penduduk

Organisasi internasional yang berbasis di Paris ini memperingatkan, para pembuat kebijakan moneter untuk berhati-hati. Cara menangani varian baru yang sangat mendesak adalah dengan mengakselerasi vaksinasi Covid-19.

Rekomendasi tersebut diutarakan lembaga internasional ini bersamaan dengan prospek ekonomi yang sama dengan tiga bulan lalu, namun OECD meningkatkan ekspektasi inflasi secara signifikan.

Meski dia tidak memungkiri, tingkat inflasi di negara berkembang dengan inflasi di negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat berbeda. Artinya, kebijakan moneter tidak mungkin bisa sama di semua negara.

"Tidak ada kebijakan (moneter) satu ukuran untuk semua karena Anda memiliki situasi yang sangat berbeda di beberapa ekonomi pasar berkembang dengan tingkat inflasi yang tinggi. AS berbeda dari Eropa dan berbeda juga dari Asia di mana masalah inflasi jauh lebih sedikit," kata Boone.

Lebih lanjut Boone menekankan, otoritas moneter perlu mengkomunikasikan kebijakan dengan jelas, utamanya terkait peningkatan suku bunga.

Bank sentral perlu menekankan untuk tidak akan menaikkan suku bunga sebagai akibat dari kekurangan pasokan. Namun, bank sentral akan siap bertindak jika tekanan harga meluas.

Di sisi lain OECD mencatat, pemulihan global jauh lebih kuat dari yang diperkirakan semula pada tahun 2021. Meski tetap ada catatan, masih ada serangkaian ketidakseimbangan yang merusak dan bertahan lebih lama dari yang diharapkan.

"Kekurangan pasokan berisiko memperlambat pertumbuhan dan memperpanjang kenaikan inflasi," kata Boone.

Di sektor otomotif saja, OECD menghitung gangguan pasokan menjatuhkan lebih dari 1,5 persen ukuran ekonomi Jerman di tahun 2021 dan lebih dari 0,5 persen di Meksiko, Ceko, dan Jepang.

Baca juga: Menurut Gubernur The Fed, Ini 3 Ancaman Varian Omicron ke Ekonomi AS

Bukan cuma di industri, ketidakseimbangan juga terjadi untuk pasokan vaksin. Negara yang lebih besar dan kaya mendapat akses. vaksin lebih mudah dibanding negara miskin. Hal ini membuat kesenjangan besar antara ekonomi negara maju dan ekonomi negara berkembang.

"Begitu juga terjadi kesenjangan antara kinerja pasar tenaga kerja negara-negara Eropa dan AS. Di Eropa, lapangan kerja lebih terlindungi dan lebih tinggi dibanding sebelum pandemi, tetapi output ekonomi belum sepenuhnya pulih dari penurunan," jelas Boone.

Secara garis besar, OECD memproyeksi ekonomi dunia akan tumbuh melambat dari 5,5 persen tahun ini menjadi 4,5 persen pada 2022, diikuti oleh ekspansi 3,2 persen pada 2023.

Inflasi di negara-negara G20 kemungkinan akan naik dari 3,8 persen pada tahun 2021 menjadi 4,4 persen di tahun 2022, sebelum turun lagi menjadi 3,8 persen pada tahun 2023.

Baca juga: Apa Itu Omicron?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com