Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Revisi Aturan BPOM Bikin Industri Air Minum Kemasan Was-was

Kompas.com - 04/12/2021, 20:15 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi aturan terkait pelabelan khusus untuk kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) membuat pengusaha was-was.

Rencana yang masuk dalam agenda Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan tersebut dinilai berpotensi merugikan industri air minum dalam kemasan (AMDK).

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyampaikan, industri AMDK keberatan dengan rencana perubahan peraturan BPOM terkait label pangan olahan ini.

Baca juga: Bogasari Jadi Pabrik Terigu Pertama yang Raih Industri Hijau

Dia menyebut, jika rencana revisi peraturan label pangan itu jadi diwujudkan, industri AMDK khususnya yang memproduksi galon guna ulang akan mengalami kerugian sampai Rp 36 triliun per tahun.

“Mungkin industri ini sebagian besar akan tutup. Tidak itu saja, jika semua produsen mengubah produknya menjadi galon sekali pakai, ini akan menimbulkan masalah lingkungan hidup,” ungkapnya dalam sebuah diskusi belum lama ini, dikutip pada Sabtu (4/12/2021).

Jika ingin melakukan pelabelan, menurutnya BPOM harus melakukannya untuk semua produk pangan. Dia merujuk kepada Peraturan BPOM No 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan dan Peraturan BPOM No31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Baca juga: Meneropong Peluang Industri Healthtech di Indonesia

“Jadi, BPOM harus membuat kebijakan atas dasar keadilan dan kesetaraan, harus mengatur semua pangan olahan dan tidak hanya AMDK,” cetusnya.

Dalam kesemoatan yang sama, Deputi Pangan Kemenko Perekonomian Muhammad Saifulloh turut berkomentar terkait rencana perubahan Peraturan BPOM soal Label Pangan Olahan ini.

Menurut Saifulloh, sebelum mengeksekusi perubahan peraturan terkait pelabelan pangan olahan itu, BPOM harus menyampaikan terlebih dulu presentasinya kepada publik semua pro kontranya.

“Saya pikir nggak bisa serta merta BPOM secara sendiri mengeksekusi regulasi itu. Mereka juga harus melihat keseimbangan usaha. Apalagi saat ini masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo.

Dia mengatakan bahwa selain aspek kesehatan, BPOM juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan. Dari aspek ekonomi, BPOM harus melihat bagaimana pengembangan industri yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Tentunya dalam hal ini kita perlu menjaga daya saing melalui menjaga iklim usaha yang kondusif bagi industri,” ujarnya.

Baca juga: Tekan Biaya Logistik, Pelindo Fokus Integrasikan Pelabuhan dengan Kawasan Industri

Dia menuturkan kontribusi industri pangan dan minuman sangat besar terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III 2021 misalnya, kontribusinya terhadap PDB sebesar 3,49 persen (YoY), dan kontribusi terhadap PDB industri non-migas mencapai 38,91 persen (YoY).

Sementara, ekspor makanan minuman sampai dengan September 2021 mencapai 32,51 miliar dollar AS dan impornya 10,13 miliar dollar AS.

“Saya kira investasi yang ada ini perlu dijaga bisa tumbuh dan berkembang untuk tetap menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang kita harapkan,” bebernya.

Baca juga: Komoditas Ekspor Indonesia dari Hasil Pertanian dan Industri

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com