Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita ABK WNI di Kapal Asing: Diperbudak di Laut, Gaji Urung Dibayar

Kompas.com - 05/12/2021, 11:42 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tergiur iming-iming gaji tinggi serta minimnya pekerjaan di dalam negeri, mendorong para pemuda di Tanah Air mendaftar sebagai ABK di kapal-kapal ikan asing.

Kapal-kapal ikan yang paling sering menampung ABK Indonesia umumnya berasal dari Taiwan, China, dan Korea Selatan. Di daerah yang jadi kantong-kantong ABK yang merantau ke luar negeri seperti pesisir Pantura Jawa Tengah, risiko bekerja di atas kapal asing sebenarnya sudah jadi rahasia umum.

Dari mulut ke mulut, cerita perlakukan buruk dari mereka yang pernah bekerja di kapal asing sudah sering didengar. Namun desakan ekonomi, membuat pilihan bekerja di kapal sulit ditolak. 

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Kabupaten Tegal, Zainudin, mengungkapkan eksploitasi pelaut Indonesia di atas kapal ikan asing ini sudah seringkali terjadi, bahkan sudah dianggap lumrah di kalangan pelaut. 

Baca juga: Menaker Akui Banyak ABK RI Jadi Korban Perbudakan di Kapal Ikan Asing

Ia bilang, pemerintah seolah abai, sehingga kasus-kasus ini selalu saja terulang. Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan daerah sekitarnya sendiri selama ini jadi salah satu daerah kantong terbesar ABK Indonesia yang menggantungkan hidup di kapal ikan asing. 

Zainudin yang juga pernah bekerja sebagai ABK kapal asing ini juga menuturkan, kini membentuk lembaga advokasi yang membantu para ABK menuntut haknya, terutama pembayaran gaji selama di kapal yang seringkali tak dibayarkan perusahaan penyalur. 

"Sudah tidak terhitung kami bolak-balik meminta bantuan Disnaker, Polres, sampai BP2MI, tapi belum ada tindak lanjut. Justru kami merasa seperti dipingpong," kata Zainudin kepada Kompas.com, Minggu (5/12/2021).

Lanjut Zainudin, pihaknya juga tak melihat upaya-upaya serius yang sudah dilakukan pemerintah pusat melalui BP2MI dalam perlindungan para ABK di kapal asing.

Baca juga: Penasaran Berapa UMR Buruh di Jepang?

"Memang ABK ke kapal asing karena kondisi ekonomi, tapi tidak ada pencegahan. ABK menuntut hak gajinya pun sampai saat ini tidak ada kejelasan," ujar Zainudin. 

Selain gaji yang urung dibayar, beberapa kasus umum yang sering dialami ABK kapal asing adalah jam kerja yang tidak manusiawi, tidak ada asuransi, pemotongan gaji yang besar, penahanan dokumen seperti paspor, hingga permintaan pulang ke Indonesia yang seringkali tidak dipenuhi perusahaan pemilik kapal. 

"ABK Indonesia meninggal di atas kapal sudah sering terjadi. Jazadnya hanya dilarung ke laut, padahal ini melanggar kontrak. Kalau bicara ABK dibuang ke laut, ini selalu terjadi. Kemanusiannya di mana?" ucap dia.

Zainudin mengungkapkan gaji pelaut di kapal ikan asing bervariatif. Untuk kapal ikan China dan Taiwan, gaji yang ditawarkan umumnya minimal 300 dollar AS atau Rp 4,35 juta (kurs Rp 14.520) per bulan.

Baca juga: Mengenal WHV, Kerja Sambil Berlibur di Australia

Jika beruntung, ABK bisa bekerja di perusahaan pemilik kapal yang memberikan gaji berkisar antara 400-500 dollar AS. 

"Kalau untuk kapal Taiwan dan China, rata-rata minimal 300 dollar AS, artinya bisa lebih tinggi tergantung pemilik kapal. Sebenarnya gajinya besar jika dibandingkan dengan bekerja di kapal ikan lokal," jelas Zainudin.

Kendati begitu, gaji yang diterima ABK WNI sebenrnya lebih besar. Namun dipotong oleh perusahaan penyalur sebagai pengganti biaya keberangkatan oleh perusahaan agen pengiriman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com