Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pajak Karbon, Anak Buah Sri Mulyani Sebut AS Malu dengan Indonesia...

Kompas.com - 07/12/2021, 11:03 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, Amerika Serikat merasa malu dengan Indonesia.

Indonesia sebagai negara berkembang mampu mengeluarkan mekanisme harga karbon (carbon pricing) dan instrumen pajak karbon dalam reformasi perpajakannya di masa pandemi.

Sedangkan AS sebagai negara maju tidak memiliki mekanisme tersebut. Baru segelintir negara yang menetapkan pajak karbon.

Baca juga: Jokowi ke PM Inggris soal EBT: Kalau Hanya Ngomong Saja, Saya Juga Bisa

"Jadi mereka waktu kita ngobrol dengan mereka di (Washington) DC, IMF-World Bank meeting, ketemu di Glasgow, Roma, COP26, mereka malu. Wah Indonesia bisa keluar yang namanya pajak karbon," kata Febrio dalam webinar Presidensi G20 - Manfaat Bagi Indonesia dan Dunia di Jakarta, Senin (6/12/2021).

Febrio menuturkan, Indonesia termasuk negara berkembang yang lebih maju jika menyangkut isu perubahan iklim (climate change). Sebab, Indonesia berperan besar dalam pengurangan emisi karbon.

Apalagi saat ini, banyak efek dari perubahan iklim yang mulai dirasakan, seperti naiknya air laut hingga pemanasan global.

"Kita adalah di antara sedikit negara berkembang yang sudah punya cara berpikir yg lebih advance dalam konteks karbon pricing, makanya di UU HPP dikeluarkan pajak karbon. Enggak banyak negara berkembang yang punya pajak karbon, bahkan AS tidak punya pajak karbon," jelas Febrio.

Dia menjelaskan, keluarga mekanisme harga karbon dan pajak karbon merupakan hasil awareness masyarakat dan milenial di Indonesia. Sebab, Undang-Undang adalah produk politik yang pembentukannya berasal dari kultur masyarakat.

Baca juga: Menteri ESDM Paparkan Skema Pajak Karbon, Bagaimana Perhitungannya?

Kemudian, pemikiran masyarakat itu disuarakan dalam beberapa forum dunia, seperti COP26 dan KTT G20 yang terlaksana tahun depan.

"Kita enggak mau macam-macam dan main-main dengan climate change risks. Kita tahu dampaknya bagi masyarakat, ekonomi, terutama generasi penerus bangsa ini. Kita tunjukkan aksi nyata, dalam konteks transisi energi facing down coal (mengurangi penggunaan batu bara)," beber Febrio.

Adapun untuk fase awal, Indonesia sudah menyiapkan mekanisme transisi energi yang disebut dengan energy transition mechanism. Melalui mekanisme ini, Indonesia akan mengganti PLTU batu bara secara bertahap dan menggantinya dengan energi terbarukan.

"Kita akan facing down coal tapi at the same time, kita replace untuk renewable. Di sini mungkin agak rumit tapi enggak apa-apa kita akan coba dan kita kejar dalam jangka pendek. Kenapa? Karena memang itu komitmen kita sebagai bangsa muda dan milenial," pungkas Febrio.

Baca juga: Jokowi ke PM Inggris soal EBT: Kalau Hanya Ngomong Saja, Saya Juga Bisa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Whats New
Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Whats New
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Whats New
Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, KemenKopUKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, KemenKopUKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Whats New
Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Whats New
Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Whats New
RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

Whats New
KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com