Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2022 Diprediksi Akan Jadi Tahun Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 07/12/2021, 16:49 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Tahun 2022 dinilai akan menjadi momentum akselerasi pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia. Hal ini karena kondisi market sedang berada menuju fase normalisasi, dan Indonesia justru dinilai akan berada pada fase akselerasi di tahun 2022 mendatang.

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menyampaikan, di rentang waktu 2020 hingga 2022 ada tiga fase penting, yaitu fase pandemi di 2020, kemudian fase recovery di 2021, dan akan dilanjutkan dengan fase normalisasi pada pasar global, sementara Indonesia justru akan mengalami fase akselerasi di 2022.

Dia bilang, pandemi di tahun 2020 menyebabkan kontraksi pertumbuhan PDB global sebesar 3,5 persen. Setelah mengalami penurunan ekstrem di tahun 2020, PDB global mengalami kenaikan masif dan tumbuh sebesar 5,9 persen di tahun 2021.

Baca juga: Kemenkeu: 20 Tahun Terakhir Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Pernah di Bawah Global

“Kami memperkirakan ke depannya pertumbuhan ekonomi global akan mulai bergerak ke arah normal. Ini artinya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 akan lebih rendah dari 2021, namun masih lebih tinggi dari rerata jangka panjangnya,” kata Katarina secara virtual, Selasa (7/12/2021).

Katarina menyebutkan, setelah menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi di 2021, aktivitas perdagangan global di tahun 2022 diperkirakan akan tumbuh di atas rerata jangka panjang, namun pertumbuhannya tidak setinggi di 2021.

Normalisasi tidak hanya terjadi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kebijakan moneter dan fiskal. Dari sisi kebijakan moneter, seiring era normalisasi ekonomi global, bank sentral dunia juga melakukan penyesuaian arah kebijakan.

Suku bunga diperkirakan akan meningkat secara gradual sambil tetap memperhatikan kondisi terkait pandemi. Komunikasi dan sinyal bank sentral akan sangat krusial di 2022, terutama di tengah ketidakpastian lonjakan inflasi.

“Sejauh ini, pasar telah mengantisipasi kenaikan imbal hasil US Treasury dan dua kali kenaikan Fed rate di 2022,” ungkap dia.

Sementara itu, normalisasi di sisi kebijakan fiskal akan berupa pengurangan stimulus-stimulus pandemi secara gradual menuju ke level normal di era pertumbuhan ekonomi yang juga menuju normal.

Baca juga: OECD: Omicron Bisa Perlambat Pemulihan Ekonomi

Kebijakan fiskal di 2022, baik di kawasan negara maju maupun negara berkembang, menurut Katarina tetap akomodatif dan lebih tinggi dari rerata jangka panjang, walaupun tidak sebesar tahun 2020-2021.

Pengetatan yang lebih besar juga akan terjadi di kawasan negara maju, dimana defisit fiskal bisa turun dari 8,8 persen ke 4,8 persen PDB, sementara di negara berkembang defisit diperkirakan turun lebih sempit dari 6,6 persen ke 5,7 persen PDB.

“Asia sebagai produsen penting dunia akan sangat berperan dalam pemulihan rantai pasokan global di 2022. Normalisasi pertumbuhan dan perbaikan rantai pasokan global akan berdampak positif pada sektor manufaktur dan pasar finansial Asia,” jelas Katarina.

Sementara terkait dengan pengetatan kebijakan The Fed akan menjadi tantangan yang harus diperhatikan, namun Asia masih memiliki ruang kebijakan moneter yang lebih longgar, didukung oleh inflasi yang lebih terjaga dan tingkat suku bunga riil yang tinggi sehingga memberi fleksibilitas bagi bank sentral di kawasan ini.

“Penanganan pandemi di beberapa negara ASEAN yang pada awalnya cenderung relatif lambat membuat pemulihan ekonomi di 2021 belum maksimal, sehingga perbaikan diperkirakan masih akan terus berlanjut di 2022,” ujar Katarina.

Sementara untuk inflasi Indonesia diperkirakan akan naik di 2022 yang dipicu oleh beberapa faktor, seperti momentum pemulihan ekonomi yang lebih kuat, kemungkinan kenaikan administered prices pada bahan bakar minyak/listrik, dampak kenaikan PPN, dan kenaikan harga bahan baku yang dibebankan ke konsumen sehingga menyebabkan kenaikan harga jual.

Namun dibandingkan negara lain, Indonesia lebih terinsulasi dari dampak kenaikan harga komoditas karena Indonesia merupakan produsen besar dari berbagai komoditas.

“Meskipun ada peningkatan, namun inflasi 2022 diperkirakan tetap relatif terkendali, dalam rentang 3 persen hingga 1 persen, sehingga memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap menerapkan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi,” jelas Katarina.

Baca juga: Mengejar Target Pertumbuhan Ekonomi 2021

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com