KOMPAS.com - Istilah husle culture adalah kerap didengar tanpa disadari ternyata kita juga menerapkan budaya negatif ini di kehidupan sehari-hari. Apa yang dimaksud hustle culture dan apa ciri-cirinya?
Dikutip dari laman Kementerian Ketenagakerjaan, hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa hanya bisa mencapai sukses kalau benar-benar mendedikasikan hidup untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya.
Jika dilihat dari luar, budaya ini tampak seperti gerakan motivasi berenergi tinggi yang datang dengan imbalan yang diharapkan. Padahal hustle culture adalah perlahan tapi pasti akan mempengaruhi kesehatan dan mental pekerja.
Bagi kebanyakan orang, bekerja berjam-jam biasanya dikaitkan dengan naik jabatan lebih cepat, menghasilkan banyak uang dalam waktu sesingkat mungkin, atau mendapatkan penghasilan pasif karena kerja keras sepanjang waktu.
Baca juga: Apa Saja Tugas Teller Bank?
Tapi ini hanya bisa terjadi jika mengabdikan diri hanya untuk bekerja, kurang tidur, dan memotivasi diri sendiri untuk melewati rasa sakit terlepas dari semua kekuatan yang bekerja melawan keinginan itu.
Bekerja keras sangat disukai di hampir setiap tempat kerja. Tetapi praktik hustle culture ini berada di level lain. Hustle culture adalah pengorbanan diri tetapi juga delusi.
Pekerja yang menganut hustle culture seringkali tidak menyadari hal ini karena hustle culture telah tertanam dan menjadi hal yang biasa dilakukan sehari-hari. Berikut ciri-ciri hustle culture:
Baca juga: Kenapa Nama Ibu Kandung Jadi Lapisan Keamanan Rekening Bank?
Berdasarkan survei yang dilakukan laman The Finery Report tentang hustle culture ditemukan 83,8 persen responden menganggap bekerja lembur sebagai hal yang normal. Sementara 69,6 persen mengaku bekerja secara rutin di akhir pekan dan 60,8 persen dari responden merasa bersalah jika tidak menambah jam kerja.