Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasangan Ini Olah Kerajinan Tangan dari Sabut Kelapa hingga Dipasarkan ke Luar Negeri

Kompas.com - 13/12/2021, 06:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

Ia mengungkapkan, sebenarnya sudah mau mencoba masuk ke e-commerce, tetapi itu diurungkan karena kendala internet.

Dyah tak ingin pelanggannya kecewa dan memberi rating jelek ketika toko online-nya di e-commerce lambat merespons.

Baca juga: Waspada, 3 Kejahatan Siber Ini Kerap Serang UMKM

Namun, Dyah menyadari, arah perkembangan ke depan adalah digitalisasi, sehingga penjualan secara online sangatlah penting.

Maka, ia dan suami berupaya memasarkan produk Wale Gonofu lewat media sosial Instagram dan Facebook lewat nama akun Wale Gonofu Art and Craft.

"Jadi kami kalau online masih ke yang aman seperti Instagram dan Facebook, sehingga ketika kami lambat membalas, mereka (pembeli) masih memaklumi," ungkapnya.

Selain internet, kendala lainnya yakni ketika sudah mendapatkan pembeli secara online di luar Pulau Sulawesi, biaya ongkos kirimnya lebih mahal ketimbang harga produk yang dibeli.

Hal ini membuat pembelian produk seringkali dibatalkan.

Ia pun bermimpi untuk bisa memiliki partner di pulau lainnya, khususnya di Pulau Jawa, yang bisa menyimpan produk-produk Wale Gonofu sehingga pemasaran bisa semakin meluas dan ongkos kirim pun bisa lebih terjangkau.

Baca juga: BRI Kuasai 67,4 Persen Pasar Kredit UMKM Nasional

Di sisi lain, seiring dengan target meningkatkkan penjualan baik di wilayah Indonesia maupun internasional, pasangan ini berencana meningkatkan kapasitas produksi Wale Gonofu.

Saat ini, mereka sedang menunggu rampungnya pembuatan mesin penghasil serat sabut kelapa (cocofiber) dan serbuk sabut kelapa (cocopeat).

Mesin tersebut merupakan pesanan khusus untuk Wale Gonofu yang diberikan oleh Archi Indonesia.

Ambrosius dan Dyah menjadi salah satu pelaku UMKM binaan perusahaan yang bergerak di tambang emas tersebut.

Menurut Dyah, ketika mesin yang dipesan dari Yogyakarta itu tiba di workshop Wale Gonofu, maka produksi bisa meningkat hingga 300 kilogram per hari.

Baca juga: UMKM Didorong Lakukan Digitalisasi agar Lebih Akuntabel

Saat ini mereka sudah melatih 11 warga di desanya untuk dipekerjakan jika mesin sudah digunakan.

"Kami selama ini kan lebih mengikuti pesanan. Karena 3 orang pekerja saat ini maksimal dalam satu hari hanya bisa memproduksi 10 kilogram cocofiber dan cocopeat. Tapi dengan mesin besar, nanti bisa 200-300 kilogram per hari," jelas dia.

Seiring akan bertambahnya kapasitas produksi sabut kelapa, saat ini Wale Gonofu juga sudah mulai memproduksi kain tulis dengan motif khas Minahasa.

Target ke depannya adalah kain tersebut akan dipadupadankan dengan serabut kelapa untuk menjadi sebuah tas.

Serat sabut kelapa (cocofiber) dan serbuk sabut kelapa (cocopeat) yang diproduksi Wale Gonofu. KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY Serat sabut kelapa (cocofiber) dan serbuk sabut kelapa (cocopeat) yang diproduksi Wale Gonofu.

Cita-Cita Ambrosius dan Dyah berdayakan Desa Pinenek

Tak sekedar ingin mendulang untung dari produk sabut kelapa dan turunannya, ternyata Ambrosius dan Dyah punya cita-cita untuk memberdayakan Desa Pinenek menjadi desa wisata yang terkenal akan kerajinan tangan berbahan kelapa.

Ambrosius mengungkapkan, dirinya ingin setiap jaga atau RT memiliki bagian produksi tersendiri. Misalnya, Jaga 1 memproduksi sapu, Jaga 2 memproduksi pot, Jaga 3 memproduksi keset, dan seterusnya.

"Nantinya kalau ini berkembang, harapannya 5-10 tahun ke depan Desa Pinenek ini bisa menjadi desa wisata mengkhususkan kerajianan berbahan baku sabut kelapa dan turunannya," harap dia.

Baca juga: Kerjasama Smesco Indonesia dan Kimia Farma Bukukan Penjualan Produk UMKM Rp 3 Miliar

Ia mengungkapkan, mimpi memberdayakan Desa Pinenek masih terus "digantungkannya di langit-langit" dengan keyakinan, suatu saat, mereka bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar seiring dengan Desa Pinenek menjadi desa wisata.

"Kami mendirikan Wale Gonofu ini karena punya mimpi besar, pemberdayaan masyarakat. Kami tidak mau sukses sendiri. Kurang asyik menurut kami kalau sukses sendiri," pungkas Ambrosius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com