Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasangan Ini Olah Kerajinan Tangan dari Sabut Kelapa hingga Dipasarkan ke Luar Negeri

Kompas.com - 13/12/2021, 06:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sabut kelapa ternyata bisa bernilai tinggi jika mampu diolah dengan tepat. Hal itu yang dilakukan oleh Ambrosius Montolalu dan Dyah Sri Utami, sepasang suami-istri yang memulai bisnis kerajinan tangan di Sulawesi Utara.

Dengan merek Wale Gonofu, keduanya membuat beragam kerajinan tangan yang mayoritas berasal dari sabut kelapa, termasuk pula memanfaatkan batok dan kayu kelapa.

Baca juga: Sandiaga Uno: Perempuan Berperan Penting dalam Kebangkitan UMKM Indonesia

Sedikitnya ada 40 jenis kerajinan tangan yang dibuat pasangan tersebut di workshop dan gallery Wale Gonofu yang berada di Desa Pinenek, Jaga 1, Likupang Timur, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

"Wale Gonofu dalam bahasa lokal Minahasa artinya rumah sabut kelapa. Menariknya yang memunculkan ide ini adalah istri, yang notabene dari Jawa," ungkap Ambrosius ketika ditemui Kompas.com di workshop-nya yang dikutip Minggu (12/12/2021)

Kerajinan tangan yang diproduksi Wale Gonofu beragam, mulai dari bunga, gantungan kunci, kalung, gelang, anting, notebook, sikat, hingga dekorasi seperti pohon natal.

Barang-barang ini tak hanya dipasarkan di wilayah Sulawesi Utara, tetapi juga pernah ke luar negeri.

Ambrosius berkisah, mereka merintis Wale Gonofu pada tahun 2017. Namun, untuk memulainya bukanlah perkara yang mudah.

Baca juga: Menko Airlangga: UMKM Jadi Penyangga dalam Berbagai Krisis Ekonomi

Mulanya, saat masih berstatus pacaran, pasangan ini galau harus menetap di mana ketika nanti sudah menikah, sebab Dyah bekerja di Jawa sementara Ambrosius di Sulawesi Utara.

Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk tinggal di Sulawesi Utara usai menikah.

Dyah pun melakukan banyak riset di internet untuk mengetahui hal apa yang bisa dikerjakan ketika nantinya dia tinggal di Desa Pinenek, Minahasa Utara.

Kalung dari batok kelapa, salah satu aksesoris yang diproduksi di Wale Gonofu.KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY Kalung dari batok kelapa, salah satu aksesoris yang diproduksi di Wale Gonofu.

Hasilnya, ia menemukan bahwa daerah tersebut kaya akan sabut kelapa.

Mereka pun memutuskan untuk memanfaatkan sabut kelapa dalam memulai bisnis, mengingat jaring sabut kelapa atau coconet dibutuhkan oleh perusahaan tambang untuk keperluan reklamasi tambang.

Pada Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara memang terdapat Tambang Emas Toka Tindung yang dikelola PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) melalui anak usahanya, PT Tambang Tondano Nusajaya dan PT Meares Soputan Mining.

"Kami menemukan CV (perusahaan) yang pernah memberikan pelatihan pembuatan coconet ke beberapa kelompok masyarakat di Desa Pinenek. Kami minta ikut pelatihan, karena ingin kebutuhan coconet yang masih dikirim dari Jawa itu bisa diproduksi di Pinenek," jelas Ambrosius.

Baca juga: Majoo Luncurkan Majoo Maxima untuk UMKM, Apa Manfaatnya?

Pada 2015, usai menikah, keduanya mengikuti pelatihan membuat coconet selama dua hari.

Setelah mendapat ilmu baru mengenai pengolahan limbah sabut kelapa, mereka memutuskan untuk pergi tinggal di Desa Pinenek.

Namun, ketika ingin memulai bisnis tersebut, ternyata hasil perhitungan mereka untuk kebutuhan pengadaan mesin hingga ongkos pekerja membutuhkan modal yang besar sekitar Rp 200 juta-Rp 250 juta.

Kebutuhan modal itu sangat tinggi dibanding kemampuan finansial mereka.

Ambrosius dan Dyah pun sempat mengajukan proposal ke perusahaan-perusahaan di sekitar tempat tinggal, termasuk teman-teman mereka, untuk mendapatkan pendanaan agar bisa memulai bisnis sabut kelapa.

Baca juga: Luhut Sebut 12 Provinsi Harus Jadi Contoh Pengembangan UMKM

Sayangnya, hasilnya nihil.

"Tapi kami memahami, bahwa proposal kami tidak disetujui karena itu baru berupa ide dalam bentuk proposal, belum ada bukti apa-apa (barang yang berhasil diproduksi)," ungkap Ambrosius.

Tidak patah arah, mimpi untuk memiliki bisnis dari bahan sabut kelapa terus dipegang mereka.

Setelah memiliki anak, suatu ketika mereka berlibur ke Kota Bitung, Sulawesi Utara, terdapat pabrik pengolahan sabut kelapa yang produksinya di ekspor ke China.

Pasangan ini pun meminta untuk bisa membeli sisa-sisa sebagian sabut kelapa yang tidak di ekspor, ketimbang harus dibakar oleh pabrik tersebut.

Baca juga: Pelaku UMKM Ikut Program Kedai Kreatif Susu Kental Manis, Ini Manfaatnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com