Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naikkan Cukai Hasil Tembakau, Sri Mulyani: Konsumsi Rokok Lebih Besar daripada Telur...

Kompas.com - 14/12/2021, 07:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rokok menjadi pengeluaran kedua terbesar setelah beras dari kelompok rumah tangga miskin.

Pertimbangan ini menjadi salah satu tolok ukur pemerintah kembali menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rata kenaikan mencapai 12 persen untuk tahun 2022.

Bendahara negara ini mengungkapkan, rokok menjadi pengeluaran terbesar setelah beras, baik di kota maupun di desa. Persentase pengeluaran rumah tangga miskin di kota untuk beras sebesar 20,03 persen dan rokok mencapai 11,9 persen.

Baca juga: Naik Mulai 1 Januari 2022, Ini Daftar Harga Rokok per Bungkusnya

Sementara di desa, pengeluaran rumah tangga miskin untuk beras mencapai 24 persen, diikuti rokok sebesar 11,24 persen.

"Rokok adalah pengeluaran terbesar kedua bagi penduduk miskin baik di perkotaan dan pedesaan, rokok merupakan komoditas pengeluaran kedua tertinggi dari sisi pengeluaran rumah tangga setelah beras," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (14/12/2021).

Karena menjadi pengeluaran terbesar kedua, konsumsi rokok mampu mengalahkan konsumsi rumah tangga miskin untuk ayam hingga telur, yang notabene lebih dibutuhkan bagi kesehatan.

Padahal, konsumsi ayam dan telur yang menjadi sumber protein mampu meningkatkan produktivitas, daya tahan, hingga kesehatan masyarakat menengah ke bawah.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini lantas mengungkapkan, warga miskin justru akan makin miskin dengan mengonsumsi rokok.

"Rokok menjadikan rumah tangga semakin miskin karena pengeluaran yang seharusnya untuk meningkatkan ketahanan rumah tangga miskin dikeluarkan untuk rokok yang mencapai 11 persen dari total pengeluaran keluarga miskin," beber Sri Mulyani.

Sisi kesehatan

Selain membebankan dari sisi pengeluaran, rokok menjadi faktor penyebab risiko kematian terbesar kedua di Indonesia. Penyebab kematian pertama adalah tekanan darah tinggi sebesar 28 persen, kemudian diikuti oleh konsumsi rokok sebesar 17,03 persen.

Konsumsi rokok juga meningkatkan stunting dan memperparah dampak Covid-19. Berdasarkan studi PKJS UI, keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi dibanding yang bukan perokok.

"Peringkat stunting Indonesia masih yang terburuk kelima di dunia dan pendapatan per kapita cenderung turun atau lebih rendah jika tenaga kerjanya stunting," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik 12 Persen pada 2022

Lebih lanjut wanita yang akrab disapa Ani ini menyebutkan, mayoritas perokok tidak mengurangi konsumsi rokok selama pandemi Covid-19. Pemerintah sendiri menanggung beban hingga Rp 62 triliun untuk biaya perawatan pasien di rumah sakit dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Bahkan Ani menyatakan, konsumsi rokok telah menyebabkan beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membengkak besar, yakni Rp 17,9 triliun - Rp 20,7 triliun setahun dari total biaya.

"Sebanyak Rp 10,5 triliun - Rp 15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS kesehatan. Artinya 20-30 persen subsidi PBI dalam JKN per tahun sebesar Rp 48,8 triliun adalah untuk biaya perawatan dampak rokok," pungkas Ani.

Baca juga: Cukai Rokok Elektrik Ikut Naik Tahun Depan, Ini Rinciannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com