Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Waspadai Inflasi Tinggi di AS dan Eropa, Bisa Berdampak ke RI

Kompas.com - 14/12/2021, 11:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai tingginya inflasi di negara-negara maju seiring terjadinya pemulihan ekonomi nasional. Inflasi yang tinggi sudah dialami oleh sejumlah negara, yakni AS hingga negara di benua eropa.

Baca juga: Inflasi: Pengertian, Penyebab, dan Bedanya dengan Deflasi

Bendahara negara ini waspada lantaran inflasi akan memicu normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS, The Fed, lebih cepat. Hal ini akan menimbulkan efek rambatan (spill over) ke negara berkembang termasuk Indonesia.

Baca juga: Harga Rokok Naik Lagi, Sri Mulyani: Masih Lebih Rendah daripada Singapura dan Malaysia

"Respon kebijakan baik di AS maupun eropa yang berfokus pada penanganan inflasi dan menjaga pemulihan ekonomi pasti memiliki spill over atau berimbas ke negara berkembang termasuk emerging market dan Indonesia. Kita harus menjaga diri," kata Sri Mulyani dalam diskusi media, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Naikkan Cukai Hasil Tembakau, Sri Mulyani: Konsumsi Rokok Lebih Besar daripada Telur...

Sri Mulyani menuturkan, inflasi di AS sudah mencapai 6,2 persen pada Oktober 2021 dan meningkat menjadi 6,8 persen di bulan November 2021. Inflasi ini menjadi yang tertinggi sejak tahun 1982 atau 38 tahun yang lalu.

Jerman catat kenaikan inflasi di atas 4 persen

Fenomena serupa terjadi di Eropa. Salah satu negara eropa dengan ekonomi terbesar, Jerman, mencatat kenaikan inflasi di atas 4 persen. Padahal inflasi negara di zona ini biasanya mendekati 0 persen atau bahkan deflasi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, tingginya inflasi menjadi salah satu fenomena global yang harus diwaspadai.

"Kita bisa proyeksikan bahwa tekanan kepada otoritas moneter untuk melakukan pengetatan akan semakin besar secara politik maupun faktual," jelas Sri Mulyani.

 

Exit policy dan sharing effect negara G20

Akibat fenomena ini, Indonesia bersama negara dengan ekonomi besar lainnya yang tergabung dalam negara anggota G20 bakal membahas exit policy dan sharing effect.

Harapannya, seluruh negara bisa pulih secara bersama-sama tanpa menghambat negara lain untuk pulih akibat efek rambatan.

Indonesia kata dia, akan tetap menggunakan instrumen APBN bersama dengan instrumen Bank Indonesia (BI) untuk mengawal pemulihan ekonomi.

"Pemulihan ekonomi tidak berjalan secara linier, mulus dan mudah. Pasti akan ada jalan yang terjal bahkan berkelok-kelok. Kami akan terus responsif, fleksibel, dan waspada," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com