LONDON, KOMPAS.com - Bank sentral Inggris, Bank of England (BoE) memutuskan untuk menaikkan suku bunga ke level 0,25 persen dari level terendah 0,1 persen.
Kenaikan suku bunga yang pertama kali sejak pandemi ini dilakukan untuk melawan lonjakan harga, bahkan ketika Inggris menghadapi varian Omicron yang mengancam pembalikan ekonomi.
Baca juga: Sri Mulyani Waspadai Inflasi Tinggi di AS dan Eropa, Bisa Berdampak ke RI
Tercatat, inflasi di Inggris tembus 5,1 persen pada bulan November 2021. Inflasi telah menjadi level tertinggi selama lebih dari satu dekade di tengah pertumbuhan ekonomi lemah sehingga memicu stagflasi.
Menurut perkiraan aktivitas bisnis, Desember 2021 ini diramal menjadi bulan terlemah bagi ekonomi sejak Februari. Komite Kebijakan Moneter bank sentral pun mengatakan harga barang kemungkinan akan naik lebih lanjut.
Baca juga: Inflasi: Pengertian, Penyebab, dan Bedanya dengan Deflasi
Kenaikan inflasi yang lebih tinggi tahun depan didorong oleh biaya energi dan kenaikan gaji.
"Staf bank memperkirakan inflasi akan tetap sekitar 5 persen di sebagian besar periode musim dingin, dan mencapai puncaknya sekitar 6 persen pada April 2022," kata komite dikutip CNN, Jumat (17/12/2021).
Baca juga: Bank Sentral Singapura Peringatkan Investor Soal Risiko Aset Kripto
Menurut bank sentral, kenaikan suku bunga acuan mampu meningkatkan biaya pinjaman bisnis dan rumah tangga, serta mendorong orang menabung lebih banyak sehingga membantu mengurangi permintaan dan inflasi.
Nampaknya, bank sentral lebih khawatir pada efek kenaikan inflasi yang melonjak dua kali lipat dari target. Menjalarnya varian Omicron di seluruh negeri yang mampu merusak ekonomi membuat BoE tetap menaikkan suku bunga acuan.
"Meskipun varian Omicron cenderung membebani aktivitas jangka pendek, dampaknya pada tekanan inflasi jangka menengah tidak jelas pada tahap ini," kata BoE.