Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Desa Prangat Baru, Dulu Terjerat Tengkulak, Kini Sejahtera berkat Budidaya Kopi Luwak Inisiasi PHKT DOBU

Kompas.com - 17/12/2021, 12:04 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Desa Prangat Baru, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, dulu merupakan desa yang bergantung pada hasil karet. Namun harga karet kemudian jatuh dari Rp 15.000 per kg jadi Rp 4.000 gara-gara monopoli tengkulak, membuat kondisi warga memprihatinkan.

Selain itu, tanaman karet warga juga sudah tua, karena tidak ada peremajaan, sehingga produksi tidak banyak.

Salah satu warga bernama Rindoni kemudian berinisiatif menanam kopi. Ia pun membentuk Kelompok Tani Kopi Desa Prangat Baru dan jadi ketuanya. Kopi dipilih, sebab bisa ditumpangkan ke tanaman karet yang jadi pencaharian utama warga.

Baca juga: Cerita Holib dan Kelompok Usahanya, Budidaya Ulat Sutra di Tengah Derasnya Impor Benang

“Saya yakin kopi bila dikelola dengan baik dan benar bisa mendatangkan kesejahteraan bagi para petani,” kata Rindoni, dalam sharing session secara virtual bertema Journey to Empowerment: Berbagi Nilai dan Cita-Cita Bersama Masyarakat di Wilayah Operasi Migas, Kamis (16/12/2021) dalam rilis ke Kompas.com.

Kelompok tani ini pun kemudian membudidayakan kopi liberika, dari yang berasal dari Liberia dengan fermentasi biji kopi alami dari luwak liar.

Namun kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang pertanian kopi di awal penanaman membuat petani tidak langsung dapat menikmati hasilnya.

"Kurangnya tata cara penanaman yang benar, kondisi lahan yang kurang subur, dan harga kopi yang anjlok, hingga pada akhirnya petani kembali tergantung pada tengkulak," lanjut Rindoni.

Baca juga: Kisah Sukses Afriandi, Penerus Usaha Kuliner Nasi Gurih dan Lontong Hj Hajrah

Metode tumpang sari karet dan kopi, pertama kali di Kalimantan Timur

Belakangan, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) melakukan pendampingan. Hasilnya pun positif. Rindoni dan rekannya menggunakan metode tumpang sari, yakni tanaman kopi di sela tanaman karet.

Metode tumpang sari ini diklaim baru pertama kali diterapkan di Kalimantan Timur. Metode tumpang sari pada tanaman karet mejadi penanaman kopi pertama kalinya di daratan rendah.

“Ada simbiosis mutualistis antara petani kopi liberika dan satwa musang luwak liar dalam proses fermentasi biji kopi. PHKT membantu jaga kesuburan tanah kebun dengan pemberian bantuan pupuk kontan,” kata Rindoni.

Baca juga: Cerita Pelaku UMKM Raup Omzet Rp 30 Juta Per Bulan Setelah Jadi Mitra Tokopedia

Berencana kembangkan edukasi Kampung Kopi Luwak

Rindoni kemudian pada 12 Juli 2020 membentuk Kelompok Kopi Luwak yang saat ini memiliki 34 anggota. Saat ini Rindoni dan rekan-rekannya masih mengelola biji kopi secara manual.

"Masih menggunakan kearifan lokal. Dengan penggorengan tanah. Dengan cara ini kami bisa merasakan menikmati kopi bersama teman, dan tamu yang datang,” kata Rindoni.

Ke depan, produk biji kopi luwak Desa Prangat Baru diharapkan bisa dipasarkan dengan sistem maju dan modern dengan packaging-nya dibantu pihak Pertamina.

Menurut Rindoni, tempat mereka strategis, berada di pinggir jalan provinsi yang menghubungkan kota-kota di Kalimantan Timur.

“Kami harap masyarakat Kaltim bisa menikmati kopi sambil menikmati alam. Kami kembangkan edukasi Kampung Kopi Luwak,” kata Rindoni.

Baca juga: Kisah Bintari Saptanti, #PejuangLokal yang Bawa Bakmi Yogya Kemasan Pertama di Indonesia hingga ke Kanada

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com