"Oleh karena itu karena waktunya sudah sangat panjang lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tapi mau bayar atau tidak," kata Sri Mulyani.
Nama pertama yang dipanggil adalah putra bungsu presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Pemanggilan Tommy diketahui publik usai satgas mengumumkannya lewat Koran Kompas.
Pemanggilan melalui koran itu pertanda Tommy tidak menghadiri panggilan pertama dan panggilan kedua satgas. Jika sudah begitu, satgas akan mengumumkannya melalui koran di pemanggilan ketiga.
Mengutip pengumuman Satgas BLBI yang tayang di Kompas, Selasa (24/8/2021), Tommy dipanggil sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional. Bersama Tommy, Ronny Hendrarto Ronowicaksono juga turut dipanggil atas nama pengurus.
Satgas BLBI meminta Tommy dan Ronny untuk menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim B untuk menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI berdasarkan penetapan jumlah piutang sebesar Rp 2,6 triliun.
Setelah Tommy, satgas kembali memanggil taipan bernama Kaharudin Ongko. Dipanggilnya Ongko yang masuk sebagai obligor prioritas BLBI telah terbit pada 31 Agustus 2021 di Harian Kompas.
Lewat pengumuman itu, Ketua Harian Satgas BLBI, Rionald Silaban memintanya melunasi utang kepada negara dengan total Rp 8,2 triliun. Rincian utang yang perlu dilunasi adalah Rp 7,8 triliun dalam rangka PKPS Bank Umum Nasional tahun 1998 dan Rp 359,43 miliar dalam rangka Bank Arya Panduarta.
Asal tahu saja, dana BLBI senilai Rp 8,2 triliun itu sempat bermasalah. Kaharudin diketahui mengambil dana secara diam-diam dan mengalirkan ke sejumlah perusahaan afiliasi, mulai dari perusahaan keramik, PT KIA Keramik Mas hingga sekuritas, PT Ongko Sekuritas.
Dana tersebut dia salurkan ketika menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris PT Bank Umum Nasional (BUN). Karena perbuatannya, Kaharudin didakwa atas penggelapan dana pada tahun 2003 dengan pidana penjara 16 tahun. Sayang, dakwaan tersebut gugur dan Kaharudin berakhir bebas.
Dalam pengumuman pemanggilan, Satgas BLBI mencantumkan 3 alamat tempat tinggal Kaharudin. Salah satu alamat yang ditujukan adalah Paterson Hill, Singapura.
Selanjutnya, satgas memanggil 2 obligor pemilik PT Bank Asia Pacific (Bank Aspac) Setiawan Harjono (Steven Hui) dan Hendrawan Harjono (Xu jing Nan) pada Kamis, (9/9/2021).
Ketua Satgas Rionald Silaban meminta Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono melunasi utang kepada negara dengan total Rp 3,57 triliun dalam rangka PKPS PT Bank Asia Pacific.
Dalam pengumuman tersebut, Setiawan dan Hendrawan masing-masing memiliki dua alamat tempat tinggal, yakni di Indonesia dan di Singapura. Setiawan Harjono beralamat di Peninsula Plaza, North Bridge Road, Singapura. Sementara Hendrawan Harjono di Shenton Way, SGX Centre 2, Singapura.
Baca juga: Pesan Sri Mulyani Buat Obligor BLBI: Tidak Bayar Utang adalah Kezaliman
Pemanggilan masih berlanjut. Pihak-pihak yang dipanggil satgas pada 15 September 2021 lebih banyak, yakni 13 orang. Beberapa di antaranya berasal dari keluarga konglomerat Bakrie.
Berdasarkan pengumuman di Harian Kompas, keluarga Bakrie yang dipanggil adalah Indra Usmansyah Bakrie dan Nirwan Dermawan Bakrie.
Bersama dua keluarga Bakrie, Satgas BLBI memanggil Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warrouw, dan Anton Setianto. Satgas akan menagih utang kepada mereka dengan total mencapai Rp 22,6 miliar dalam penyelesaian kewajiban debitor eks Bank Putera Multikarsas.
Sementara di pengumuman lain, satgas memanggil pula beberapa debitur yakni Thee Ning Khong, The Kwen Le, Harry Lasmono Hartawan, Koswara, Haji Sumedi, Fuad Djapar, Eddy Heryanto Kwanto, dan Mohammad Toyib.
Masing-masing utang yang ditagih sebesar Rp 90,66 miliar atas nama The Ning Khong, utang Rp 63,23 miliar atas nama The Kwen Le, dan utang Rp 86,34 miliar atas nama PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk.
Lalu, utang Rp 69,08 miliar atas nama PT Jakarta Steel Megah Utama, dan utang Rp 69,33 miliar atas nama debitur eks Bank Global Internasional atas nama PT Jakarta Steel Perdana Industry.
Taipan Sujanto Gondokusumo turut masuk dalam pusaran dana BLBI. Besaran utang yang ditagih kepada Sujanto adalah Rp 904,4 miliar atas PKPS Bank Dharmala.
Kehadiran Sujanto diwakili oleh kuasa hukum, Jamaslin James Purba, karena masalah kesehatan. Berdasarkan keterangan medis yang disampaikan kuasa hukum, Suyanto mengidap depresi berat dan lupa ingatan.
Lewat pengacaranya pula Sujanto membentah menjadi pemegang saham Bank Dharmala, yakni salah satu bank yang menerima dana BLBI.
"Menurut informasi klien kami, pemegang saham Bank Dharmala saat itu adalah PT Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) bukan klien kami. Sedangkan pemegang Saham DSS adalah Dharmala Intiutama (DIU)," kata Kuasa Hukum Suyanto, Jamaslin James Purba dalam keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Kemudian teranyar, satgas memanggul pemilik Grup Texmaco, Marimutu Sinivasan. Marimutu memang menghadiri undangan satgas, namun asetnya tetap disita satgas pada Kamis (23/12/2021).
Pemanggilan obligor/debitor oleh satgas terus berlanjut sampai hari ini.
Baca juga: Grup Texmaco Akui Punya Utang Rp 8 Triliun, Sri Mulyani: Padahal Utangnya Rp 29 Triliun
Selama pemanggilan berlangsung, Satgas BLBI juga mulai bergerak menyita aset obligor/debitor untuk memulihkan sebagian utang-utangnya.
Aset pertama yang disita satgas terjadi pada Jumat (27/8/2021). Negara menyita 49 bidang tanah eks BLBI dengan luasan mencapai 5,29 juta m² atau 5.291.200 m². Empat bidang tanah tersebut terletak di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Karawaci, Tangerang.
Pemerintah juga menyita aset properti yang berada di lingkungan Lippo Karawaci dengan luasan sekitar 25 hektar.
Satgas BLBI pada Kamis (9/9/2021), kemudian menyita aset tanah seluas 26.928 meter persegi yang terletak di jalan KH Mas Mansyur, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
Aset tersebut tercatat sebagai aset eks-BPPN yang berasal dari Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA) debitur atas nama Sinar Bonana Jaya (PT SBJ) Bank Yakin Makmur berdasarkan akta pelepasan hak atas tanah (APHAT) Nomor 31 tanggal 13 November 1997.
Bank Yakin Makmur alias Bank Yama adalah eks debitur BLBI. Bank ini disebut-sebut milik Tutut Soeharto.
Pada Oktober 2021, satgas berhasil menguasai aset kredit senilai Rp 2,4 miliar dan 7,6 juta dollar AS. Satgas BLBI juga melakukan pemblokiran tanah sejumlah 339 aset jaminan, serta pemblokiran saham pada 24 perusahaan.
Kemudian, satgas sudah memblokir 59 sertifikat tanah di berbagai daerah, dan balik nama menjadi atas nama pemerintah terhadap 335 sertifikat, dan perpanjangan hak pemerintah kepada 543 sertifikat yang tersebar di 19 provinsi.