Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ingin Hentikan Ekspor Bahan Mentah Bauksit hingga Timah, Ini 3 Hal yang Perlu Diperhatikan

Kompas.com - 29/12/2021, 20:12 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana menyetop ekspor bahan mentah (raw material) produk pertambangan pada 2022, mulai dari bauksit, dilanjutkan tembaga, emas, dan timah.

Ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin produk pertambangan lainnya seperti nikel yang sejak 2020 tak lagi mengekspor dalam bentuk bahan mentah.

Terkait rencana itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, langkah yang diambil pemerintah untuk hilirisasi produk pertambangan sangatlah tepat.  Pasalnya, hal ini akan memberikan efek berganda (multiplier effect) mulai dari nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, dan mendorong penerimaan negara.

Baca juga: Tahun Depan, Pemerintah Stop Ekspor Bahan Mentah Bauksit, Tembaga, Emas dan Timah

"Karena kita juga sudah bertahun-tahun lamanya selalu menjual raw material, nah dengan saat saat ini sudah mulai berubah untuk kita lakukan program hilirisasi. Saya kira ini adalah patut didukung," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (29/12/2021).

Mamit menilai, setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mencapai cita-cita menyetop ekspor bahan mentah produk tambang.

Pertama, terkait kemampuan industri smelter dalam negeri untuk menyerap produk-produk pertambangan. Ia bilang, jangan sampai ketika hilirisasi dilakukan ternyata industri smelter dalam negeri ini belum mampu untuk menyerap secara keseluruhan.

"Ini nantinya akan berakhir tidak berjalannya ekosistem yang sudah terbentuk," imbuh dia.

Kedua, ketika hilirisasi dilakukan perlu ada kepastian bahwa penjualan produk tambang antara penambang dengan industri smelter sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga penambang tidak dirugikan dengan harus menjual murah produk tambangnya.

"Kadang-kadang smelter membeli dalam harga yang lebih murah dari penambang, akhirnya kan ini merugikan penambang sendiri. Ini memang sudah dibuat aturan terkait dengan harga beli, diharapkan implementasinya berjalan sesuai dengan peraturan yang ada," jelas Mamit.

Ketiga, terkait keberlangsungan sumber daya yang ada. Ia mengatakan, dengan adanya program hilirisasi maka diharapkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terus dilakukan untuk mencari sumber cadangan yang baru.

Baca juga: Mendag: Nilai Ekspor RI Periode Januari-November 2021 Tertinggi dalam Sejarah

Mamit menilai, jangan sampai ketika hilirisasi sudah terbangun dan industri smelter dalam negeri sudah cukup, namun cadangan produk tambangnya sudah habis. Hal ini dapat membuat program hilirisasi tak berjalan dengan optimal.

"Harus berjalan secara seiringan antara hilirisasi dan kegiatan di hulu dalam rangka mencari sumber-sumber cadangan baru, karena kan yang namanya energi mineral ini terbatas jadi perlu ada kesinambungan untuk menjaga hal tersebut," ungkapnya.

Mamit menambahkan, bila pada akhirnya Indonesia tetap harus mengekspor bahan mentah pertambangan, setidaknya harus sudah mengalami tahap awal proses pengolahan. Misalnya, ekspor produk tambang yang setidaknya kandungan produk jadinya mencapai 40 persen-50 persen.

"Jadi bukan yang benar-benar nol, tapi minimal ada pengolahannya sehingga ada persentase kandungan produk jadinya," pungkas Mamit.

Baca juga: Ekspor Tanaman Hias RI Capai 10,77 Juta Dollar AS Selama Pandemi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com