Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

"Hak Asal Usul'' Pendiri Koperasi

Kompas.com - 30/12/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BANYAK kisah di mana para pendiri koperasi kehilangan peran. Padahal ketika awal, mereka berperan ganda. Selain sebagai pendiri, biasanya mereka juga yang menjadi pengurus dan pengawas perdana untuk lima tahun awal. Bisa dilanjutkan sampai periode berikutnya. Lalu regenerasi, berganti dengan pengurus dan pengawas yang baru.

Saat itu koperasi telah memasuki fase perkembangan. Biasanya beberapa di antara mereka diangkat menjadi penasehat. Bila tidak, semuanya menjadi anggota dengan hak dan kewajiban sebagaimana anggota lainnya.

Baca juga: Mengintip Bisnis Koperasi SAE, Salah Satu Pemasok Susu ke Nestle Indonesia

 

Tidak ada kekhususan bagi mereka, sebab koperasi berasas kesetaraan. Sehingga predikat pendiri dalam koperasi itu relevan sejauh mengurus badan hukum. Bandingkan misalnya status pendiri di perusahaan startup, selalu dinyatakan founder dan co-founder.

Hasilnya beberapa fenomena ini terjadi di masyarakat. Pertama, ada pendiri yang menjabat sebagai pengurus sedari awal koperasi berdiri sampai berpuluh tahun kemudian. Regenerasi tidak dilakukan. Sebabnya boleh jadi si pendiri memahami betul, setelah tak menjabat, yang bersangkutan tak memperoleh peran signifikan. Ujungnya, insentif material dan immaterial juga hilang.

Kedua, beberapa pendiri menjadi “barisan sakit hati”. Biasanya terjadi justru ketika koperasi itu tumbuh besar. Di mana bisnis dan struktur manajemen sudah kokoh (establish), peranan mereka tersingkir jauh dan hanya menjadi “anggota biasa”. Hal itu dibarengi dengan koperasi yang tak memberikan insentif kepada mereka selaku para pelopor.

Ketiga, dalam kasus koperasi mengalami krisis, pendiri merasa tidak memiliki kewenangan untuk terlibat secara intensif. Padahal bila koperasinya decline, itu sama dengan hancurnya karya kolektif yang dinisiasinya. Yang tentu saja juga berpotensi merusak reputasi dirinya. Dan kasus-kasus lain terkait hubungan pendiri dengan koperasinya.

Peran pendiri

Dalam siklus hidup koperasi saya lihat ada empat peranan krusial para Pendiri. Pertama yakni peran inisiator atau pelopor ketika dirinya mendirikan koperasi. Pada peran ini pendiri sesungguhnya berperan sebagai entrepreneur yang membaca peluang tertentu dan kemudian mendirikan koperasi. Pada proses ini, pendiri biasanya banyak memberikan kontribusi.

Kontribusi itu berupa material dan imaterial. Yang material seperti modal, tenaga, waktu, jaringan dan sumberdaya lain seperti gedung serta sarana-prasarana pendukung. Yang imaterial seperti visi, mimpi, tujuan, model bisnis, reputasi, kepemimpinan dan keberanian mengambil resiko. Semua hal itu bisa diringkas sebagai biaya kewirausahaan yang dikeluarkan pada awal pendirian suatu lembaga/perusahanan.

Kedua, sebab yang menginisiasi, biasanya pendiri merangkap peran berikutnya, yakni sebagai pengelola. Pada periode pertama mereka yang akan menjadi pengurus dan/atau pengawas. Sebab mereka yang memahami persis model bisnis yang ditawarkan dan bagaimana mengoperasionalkannya. Sampai kemudian terbentuklah tim manajemen, peran manajerial itu lambat laun didelegasikan.

Ketiga, saat koperasi mulai tumbuh-besar, pendiri dapat mengambil peran sebagai penasehat. Dengan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki, mereka dapat memberikan insight pengembangan lembaga dan bisnis yang relevan bagi koperasi. Termasuk pada peran ini yakni formatur dalam regenerasi kepengurusan selanjutnya.

Baca juga: Targetkan 500 Koperasi Modern, Kemenkop UKM Tetapkan KUD Mino Saroyo Jadi Role Model

Keempat, di saat koperasi mengalami krisis, pendiri juga dapat diajak serta menyelesaikan masalah sebagai tim care taker. Sebagai yang melahirkan lembaga tersebut, wajar bila pendiri terlibat dalam menentukan hijau-birunya koperasi, apalagi di saat krisis yang membutuhkan kepemimpinan dengan ketokohan yang kuat.

Namun praktiknya, pendiri jarang memperoleh rekognisi yang cukup dalam koperasi. Undang-undang dan peraturan lain memang tidak pernah mengatur soal peran pendiri. Yang ada hanyalah praktik umum atau habitus koperasi masyarakat. Padahal bisa dikatakan sejauh koperasi berdiri, seperti pada daur hidup organisasi di atas, peran pendiri selalu relevan.

Hak asal usul

Untuk merekognisi peran-peran di atas, saya mengusulkan suatu konsep dan terminologi baru yakni “hak asal usul”. Hak asal usul merupakan hak moral dan intelektual yang lahir dan melekat pada inisiatif pendirian koperasi.

Hak itu melekat selama-lamanya pada individu yang bersangkutan, sebab pendirian suatu lembaga tak bisa diulang, bukan? Wujud nyata hak itu berupa Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Dari modal intelektual (intellectual capital) para pendiri, koperasi lahir dengan tujuan, visi-misi dan model bisnis tertentu.

Riilnya di lapangan koperasi itu didirikan secara organik. Koperasi tidak lahir begitu saja, selalu ada yang mendirikan. Dimulai dari beberapa orang. Anggaplah awalnya tiga orang yang memiliki visi yang sama, lalu mengajak yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com