Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

"Hak Asal Usul'' Pendiri Koperasi

Kompas.com - 30/12/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saya menduga mengapa isu soal pendiri ini tak pernah terekognisi dengan baik karena adanya syarat minimum pendirian koperasi (pada praktik yang telah berpuluh tahun lamanya) sebanyak 20 orang.

Bisa dikatakan syarat minimum 20 orang, yang sekarang berubah menjadi 9 orang, telah mendilusi peran kepeloporan pendiri dan hak asal usul yang dimilikinya. Bila dirujuk siapa pendiri koperasi A, maka muncullah 20 atau 9 nama. Padahal dari 20 atau 9 nama itu, hanya ada tiga sampai lima orang di antara mereka yang benar-benar pendirinya (the real founder). Peran nyata tiga atau lima orang tersebut hilang terhisap oleh klaim kolektif pendiri yang banyak itu.

Temuan metode kerja terkini, scrum, mengonfirmasi bahwa tim kerja dengan banyak orang biasanya tak efektif. Tim yang efektif hanya berisi tiga, lima sampai tujuh orang saja. Biasanya yang terjadi di tim jumlah besar adalah sebagian yang lain kurang/tidak berkontribusi.

Pengalaman juga membuktikan, dalam fase awal koperasi atau lembaga apapun, dapat dipastikan hanya kelompok kecil saja yang bekerja secara efektif. Sampai kemudian to do list bertambah dan terjadilah distribusi pekerjaan secara alamiah.

Menurut saya hak asal usul ini penting direkognisi untuk mengatur isu berikutnya, insentif kepeloporan/kewirausahaan para pendiri. Insentif kepeloporan ini perlu agar masyarakat termotivasi mendirikan koperasi.

Jika tak ada hak asal usul, orang berpikir lebih baik mendirikan perusahaan sendiri daripada kolektif. Bila nalar seperti itu muncul, sesungguhnya koperasi sampai kapan pun hanya akan menjadi aktivitas sambilan, bukan utama.

Insentif bagi pendiri

Budaya atau habitus koperasi saat ini jarang memberi apresiasi/insentif kepada para pendiri. Padahal di fase awal, saat koperasi belum memiliki portofolio, koperasi banyak menggunakan sumber daya pendiri. Sebutlah jaringan kerja yang mereka miliki. Lalu juga personal guarantee dalam mengakses investasi, kerjasama/kontrak bisnis dan sebagainya.

Para mitra pertama-tama akan melihat siapa saja yang ada di dalamnya. Trustee menjadi isu. Di situ reputasi pendiri menjadi penting. Semua hal itu bisa diringkas dalam istilah “intangible asset” pendiri.

Koperasi berdiri, anggaplah di tahun ketiga decline dan bangkrut. Lagi-lagi pendiri menanggung resikonya. Mulai dari kehilangan kepercayaan dari jaringan kerja. Garansi dan reputasi personal rusak. Secara pribadi juga mengalami kekecewaan yang bisa berpengaruh pada harga dirinya. Ditambah misalnya harus menyelesaikan berbagai masalah/kewajiban yang ada.

Lalu bila berhasil dan sukses, pendiri juga tak memperoleh kompensasi atas daya dan upayanya. Sedangkan anggota-anggota yang bergabung berikutnya memperoleh manfaat koperasi pada titik optimum. Mereka tak pernah tahu bagaimana tiga-lima tahun awal koperasi itu dibangun dan dikembangkan. Yang dilihat adalah momen sukses saat ini, ketika koperasi sudah berumur 10 tahun dengan aset sekian ratus miliar rupiah.

Pola begitu kaprah terjadi. Terlihat tidak adil, bukan? Dengan adanya hak asal usul, insentif atas kepeloporan para pendiri relevan untuk direkognisi dan diatur koperasi.

Insentif itu bentuknya bisa dua macam: ekonomi dan politik. Insentif ekonomi yang utama adalah alokasi deviden atas kepeloporan bagi pendiri selama-lamanya sejauh pendiri dan/ atau koperasi masih hidup/beroperasi.

Insentif ekonomi pelengkap lainnya bisa dibuat, misalnya jaminan hari tua yang diberikan koperasi kepada pendiri. Koperasi membiayakan dalam bentuk premi asuransi dan sejenisnya. Dan berbagai insentif ekonomi lain yang relevan, wajar, dan berkeadilan.

Di sisi lain, insentif politik dapat diatur dalam AD/ ART koperasi, misalnya hak menjadi penasehat koperasi. Selain itu hak menjadi formatur dalam proses regenerasi. Hak suara untuk kelompok pendiri dan sebagainya.

Dengan cara demikian hubungan antara koperasi dengan pendirinya selalu sinambung, terjaga dan mutual. Wajar bukan bagi koperasi untuk pay back atas prakarsa mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com