Keempat, di saat koperasi mengalami krisis, pendiri juga dapat diajak serta menyelesaikan masalah sebagai tim care taker. Sebagai yang melahirkan lembaga tersebut, wajar bila pendiri terlibat dalam menentukan hijau-birunya koperasi, apalagi di saat krisis yang membutuhkan kepemimpinan dengan ketokohan yang kuat.
Namun praktiknya, pendiri jarang memperoleh rekognisi yang cukup dalam koperasi. Undang-undang dan peraturan lain memang tidak pernah mengatur soal peran pendiri. Yang ada hanyalah praktik umum atau habitus koperasi masyarakat. Padahal bisa dikatakan sejauh koperasi berdiri, seperti pada daur hidup organisasi di atas, peran pendiri selalu relevan.
Untuk merekognisi peran-peran di atas, saya mengusulkan suatu konsep dan terminologi baru yakni “hak asal usul”. Hak asal usul merupakan hak moral dan intelektual yang lahir dan melekat pada inisiatif pendirian koperasi.
Hak itu melekat selama-lamanya pada individu yang bersangkutan, sebab pendirian suatu lembaga tak bisa diulang, bukan? Wujud nyata hak itu berupa Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Dari modal intelektual (intellectual capital) para pendiri, koperasi lahir dengan tujuan, visi-misi dan model bisnis tertentu.
Riilnya di lapangan koperasi itu didirikan secara organik. Koperasi tidak lahir begitu saja, selalu ada yang mendirikan. Dimulai dari beberapa orang. Anggaplah awalnya tiga orang yang memiliki visi yang sama, lalu mengajak yang lain.
Saya menduga mengapa isu soal pendiri ini tak pernah terekognisi dengan baik karena adanya syarat minimum pendirian koperasi (pada praktik yang telah berpuluh tahun lamanya) sebanyak 20 orang.
Bisa dikatakan syarat minimum 20 orang, yang sekarang berubah menjadi 9 orang, telah mendilusi peran kepeloporan pendiri dan hak asal usul yang dimilikinya. Bila dirujuk siapa pendiri koperasi A, maka muncullah 20 atau 9 nama. Padahal dari 20 atau 9 nama itu, hanya ada tiga sampai lima orang di antara mereka yang benar-benar pendirinya (the real founder). Peran nyata tiga atau lima orang tersebut hilang terhisap oleh klaim kolektif pendiri yang banyak itu.
Temuan metode kerja terkini, scrum, mengonfirmasi bahwa tim kerja dengan banyak orang biasanya tak efektif. Tim yang efektif hanya berisi tiga, lima sampai tujuh orang saja. Biasanya yang terjadi di tim jumlah besar adalah sebagian yang lain kurang/tidak berkontribusi.
Pengalaman juga membuktikan, dalam fase awal koperasi atau lembaga apapun, dapat dipastikan hanya kelompok kecil saja yang bekerja secara efektif. Sampai kemudian to do list bertambah dan terjadilah distribusi pekerjaan secara alamiah.
Menurut saya hak asal usul ini penting direkognisi untuk mengatur isu berikutnya, insentif kepeloporan/kewirausahaan para pendiri. Insentif kepeloporan ini perlu agar masyarakat termotivasi mendirikan koperasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.