KOMPAS.com - Konglomerat tekstil dan garmen, Marimutu Sinivasan, menolak membayar lunas kewajibannya ke negara dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 29 triliun.
Marimutu Sinivasan adalah pemilik Grup Texmaco. Perusahaannya merupakan salah satu daftar debitor paling kakap dan masuk prioritas Satgas BLBI yang masuk dalam dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tertanggal 15 April 2021.
Disebut Sri Mulyani sebagai pengemplang uang negara, Marimutu Sinivasan, membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan tidak pernah menerima dana BLBI yang digulirkan pemerintah tahun 1997-1998.
Pernyataan Marimutu disampaikan melalui keterangan pers, didasari oleh penjelasan Direktorat Hukum Bank Indonesia melalui Surat No. 9/67/DHk, tanggal 19 Februari 2007.
Baca juga: Penasaran Berapa Gaji Pangdam, Danrem, Dandim, hingga Danramil?
Dalam administrasi Bank Indonesia, PT Bank Putera Multikarsa (BBKU) tidak tercatat memiliki kewajiban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Indonesia.
Alih-alih dana BLBI, bank masih memiliki kewajiban utang yang perlu diselesaikan, yakni berupa pinjaman Subordinasi (SOL) dan KLBI kredit program sebesar Rp 160.210.231.825,45 posisi per 31 Desember 2003.
"Saya ingin menjelaskan bahwa Grup Texmaco tidak pernah mendapatkan dan tidak pernah memiliki BLBI," kata Marimutu Sinivasan dalam keterangan pers awal Desember 2021 lalu.
Bukan dana BLBI, Grup Texmaco mengakui memiliki utang kepada negara Rp 8,095 triliun atau setara dengan 558,3 juta dollar AS. Marimutu ingin menyelesaikan utang tersebut dengan meminta waktu selama 7 tahun ke depan.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Asal Utang BLBI Rp 29 Triliun Marimutu Sinivasan
Utang tersebut sama sekali tak terkait dengan BLBI, melainkan dengan bank milik pemerintah yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Besaran utang komersial tersebut didasarkan pada Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Pada Kasus Grup Texmaco oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Pengawasan Khusus No: SR-02.00.01-276/D.VII.2/2000 tanggal 8 Mei 2000.
Hasil perhitungan merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepakatan antara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional mengenai Penyelesaian Kredit Atas Nama Texmaco yang ditandatangani pada 25 Februari 2000.
Nota Kesepakatan ini ditandatangani oleh Saifuddien Hasan yang kala itu menjabat sebagai Dirut PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Cacuk Sudarijanto sebagai Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dengan diketahui oleh Menteri Keuangan Bambang Sudibyo.
Baca juga: Siapa Marimutu Sinivasan yang Tolak Bayar Utang BLBI Rp 29 Triliun?
Selain tak mengakui utang dari dana BLBI, Marimutu menyatakan sudah berkali-kali menulis surat selama lebih dari 20 tahun terakhir untuk beraudiensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Sayang, permintaannya tak kunjung mendapat tanggapan. Maka itu, kehadiran Marimutu memenuhi undangan Satgas BLBI berniat untuk menyelesaikan utang kepada negara.
"Dengan dibentuknya Satgas BLBI, saya, Marimutu Sinivasan, Pemilik Grup Texmaco, akhirnya bisa membicarakan penyelesaian kewajiban Grup Texmaco kepada negara," sebut Marimutu.
Sebelum 1998, Grup Texmaco adalah salah satu perusahaan yang meminjam dana kepada bank-bank sebelum terjadi krisis keuangan 1997-1998. Bank yang dipinjamnya bervariasi, yakni Bank BRI, BNI, Bank Mandiri dan bank swasta.
Baca juga: Satgas BLBI Panggil Hindarto Tantular, Tagih Utang Rp 1,61 Triliun
Sri Mulyani mengungkapkan bank-bank tersebut kemudian di-bailout (ditalangi) oleh pemerintah pada saat terjadi krisis pada 1997-1998. Beberapa bank bahkan mengalami penutupan.
Adapun pinjaman awal Grup Texmaco sebesar Rp 8,08 triliun dan 1,24 juta dollar AS untuk divisi engineering. Sementara untuk divisi tekstil sebesar Rp 5,28 triliun dan 256.590 dollar AS.
Pinjaman tersebut juga berbentuk mata uang lain yakni 95.000 poundsterling dan 3 juta yen Jepang. Pada saat dilakukan bailout oleh pemerintah, utang tersebut dalam status macet.
Wanita yang akrab disapa Ani ini menuturkan, Grup Texmaco juga sudah berulang kali diberikan kesempatan membayar utang selama 22 tahun. Namun, itikad pelunasan tidak pernah ada.
Baca juga: Ada Sekolah di Tanah Texmaco yang Disita Satgas BLBI, Ini Kata Sri Mulyani
Ketika menandatangani perjanjian dengan BPPN melalui Master of Restructuring Agreement (MRA) misalnya, pemilik Grup Texmaco yang setuju utang-utangnya dialihkan kepada dua perusahaan yang dibentuk, yakni PT Jaya Perkasa Engineering dan PT Bina Prima Perdana.
Kemudian, Grup Texmaco setuju mengeluarkan exchangeable bonds (obligasi tukar) sebagai pengganti dari utang-utang. Exchangeable bonds ini memiliki tenor 10 tahun dengan bunga 14 persen untuk rupiah dan 7 persen untuk mata uang global.
Namun, Texmaco kembali gagal membayar kupon exchangeable bonds pada tahun 2004.
"Dengan demikian pada dasarnya Grup Texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi exchangeable bonds tersebut," jelas Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Kronologi Grup Texmaco Terbelit Utang BLBI Rp 29 Triliun
Kesempatan kedua diberikan kembali pada tahun 2005. Kala itu, perusahaan mengakui besaran utang kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51.
Pemilik Grup Texmaco menyatakan, pihaknya bakal kembali membayar utang dan jaminan kepada pemerintah melalui operating company dan holding company sebesar Rp 29 triliun.
Pun akan membayar tunggakan LC yang waktu itu sudah diterbitkan untuk mendukung perusahaan tekstilnya sebesar 80,57 juta dollar AS. Di sisi lain pemilik juga mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah di akta yang sama.
Sekali lagi, Grup Texmaco tidak memenuhi akta kesanggupan tersebut. Sebaliknya, Marimutu malah menjual aset-aset dari holding company dan mengajukan gugatan.
Baca juga: Giliran 4,79 Juta Meter Persegi Tanah Grup Texmaco yang Disita Satgas BLBI
"Menjual aset-aset yang dimiliki operating companies itu yang tadi memiliki kewajiban untuk membayar Rp 29 triliun. Harusnya membayar Rp 29 triliun, justru operating company-nya menjual aset-aset yang seharusnya dipakai untuk membayar utang," rinci Ani.
Geram karena tidak ada itikad baik membayar kembali, pemerintah akhirnya menyita aset Grup Texmaco usai mengundang pemiliknya menghadiri undangan Satgas.
Tanah yang disita sebanyak 587 bidang tanah seluas 4.794.202 meter persegi. Tanah tersebut terletak di 5 daerah, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kota Pekalongan, Kota Batu, dan Kota Padang.
(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Erlangga Djumena, Yoga Sukmana, Aprillia Ika, Akhdi Martin Pratama)
Baca juga: Tanah Eks BLBI Dihibahkan, Buat Bangun Ibu Kota Baru Bogor hingga Kantor Pajak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.