Meski ada rencana kenaikan suku bunga tahun depan, namun dengan mempertimbangkan inflasi Indonesia yang sangat terkendali, reksa dana pendapatan tetap diperkirakan masih dapat mencetak return positif dengan kisaran 3 persen–7 persen.
Memang benar, harga obligasi bisa naik turun. Tapi jangan lupa juga bahwa, obligasi juga memiliki pendapatan dalam bentuk kupon sehingga bisa mengurangi dampak dari penurunan harga tersebut.
Reksa dana dengan jenis saham digadang-gadang menjadi jenis yang akan membukukan kinerja baik pada tahun 2022. Namun harus diakui memang, kinerja reksa dana saham kalah dibandingkan IHSG dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sebagai gambaran, untuk 2019 – 2021 berturut-turut kinerja rata-rata reksa dana saham adalah -14,20 persen, -10,29 persen dan +1,03 persen. Kinerja ini terbilang cukup mengecewakan jika dibandingkan IHSG pada waktu yang sama sebesar +1,7 persen, -5,09 persen dan +10,08 persen.
Ada reksa dana saham yang performanya sama atau lebih baik dari rata-rata reksa dana saham, ada juga yang performanya di bawah. Tapi harus diakui, memang yang di bawah jumlahnya lebih banyak.
Salah satu penyebab utama mengapa lebih banyak reksa dana saham yang performanya di bawah IHSG adalah minim atau tidak adanya sektor teknologi atau terkait digital dalam portofolio investasinya.
Baca juga: Perhatikan Tiga Hal Ini Sebelum Memutuskan Berinvestasi Reksa Dana
Akibatnya pada sektor teknologi dan digital mengalami kenaikan harga yang signifikan dan menjadi penggerak IHSG, banyak reksa dana saham yang ketinggalan.
Salah satu pertimbangan utama mengapa sektor ini tidak menjadi portofolio reksa dana adalah valuasinya yang sangat mahal atau tidak masuk akal dan perusahaan secara umum relatif masih belum membukukan keuntungan.
Apakah sektor tersebut masih akan menjadi penggerak dominan di 2022 dengan pertimbangan beberapa perusahaan teknologi raksasa mau IPO?
Sangat sulit menjawab pertanyaan tersebut. Karena kinerja masa lalu tidak menjadi jaminan akan terulang di masa mendatang.
Secara teoritis, valuasi saham yang terlalu tinggi rentan dengan risiko koreksi harga. Dan kalau turun, persentase penurunannya juga terkadang tidak kira-kira. Manajer Investasi yang meyakini hal tersebut, mungkin masih akan tetap menghindari sektor tersebut di tahun depan.
Sebaliknya ada juga Manajer Investasi yang mempertimbangkan atau bahkan sudah masuk ke sektor tersebut dengan pertimbangan penyesuaian strategi investasi terhadap era new economy.
Dengan asumsi bahwa perekonomi akan semakin mendekati normal pada tahun 2022 walaupun masih ada ancaman lockdown akibat variasi omicron dan harga komoditas yang tinggi sehingga menopang perbaikan kinerja laporan keuangan, harga wajar IHSG diperkirakan dapat mencapai level 7.400–7.600 tahun depan atau setara 12,4 persen–15,4 persen.
Perekonomian yang kembali normal ini juga diharapkan dapat membuat investor saham kembali beralih pada sektor “old economy” yang valuasinya sudah relatif murah.
Reksa dana yang kinerjanya di bawah IHSG diharapkan dapat mengejar ketinggalannya pada tahun depan.
Dengan mempertimbangkan data historis yang masih di bawah IHSG, diperkirakan reksa dana saham dapat mengalami kenaikan 8 persen–15 persen pada tahun depan.