Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Larang Ekspor Batu Bara, DWGL: Tak Pengaruhi Kinerja dan Keuangan

Kompas.com - 04/01/2022, 15:05 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Dwi Guna Laksana Tbk, salah satu perusahaan bergerak di bidang pertambangan batu bara menjelaskan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) atas adanya larangan ekspor batu bara oleh pemerintah.

Baca juga: Ekspor Batu Bara Dilarang, Ini Siasat Sejumlah Perusahaan Penuhi Komitmen DMO

Emiten dengan kode DWGL ini memastikan, keputusan pemerintah tersebut tidak berdampak terhadap kinerja Perseroan.

"Larangan ekspor batu bara tidak memiliki dampak material kepada Perseroan. Hal ini karena 100 persen penjualan batu bara Perseroan adalah dalam negeri," jelas Corporate Secretary Dwi Guna Laksana Sianitawati dikutip melalui Keterbukaan Informasi, Selasa (4/1/2022).

Baca juga: Soal Batu Bara, Sri Mulyani: Pilihan Sulit, Listrik Mati Kita Tetap Ekspor?

Begitu pula, dampaknya terhadap kinerja keuangan, kelangsungan usaha serta kegiatan operasional lainnya, lanjut Sianitawati, tidak terpengaruh akan hal tersebut.

"Larangan ekspor batu bara tidak memiliki dampak terhadap kegiatan operasional Perseroan. Larangan ekspor batu bara tidak memiliki dampak terhadap kinerja keuangan, termasuk dampaknya terhadap pembukuan pendapatan usah," kata dia.

"Larangan ekspor batu bara tidak memiliki dampak terhadap kelangsungan usaha Perseroan," lanjut Sianitawati.

Baca juga: Soal Batu Bara, Erick Thohir: Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas!

Selama adanya kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor batu bara, Dwi Guna Laksana memastikan tidak ada pengingkaran perjanjian kerja (wanprestasi) atas kontrak dengan pelanggan, pemasok, atau pihak terkait lainnya.

Kata Sianitawati, saat ini Perseroan sedang memenuhi kebutuhan energi nasional.

Baca juga: Daftar Daerah Penghasil Batu Bara di Indonesia, dari Sumatera sampai Papua

Pemerintah larang ekspor batu bara

Seperti diketahui, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara periode 1-31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.

Baca juga: Soal Wacana Evaluasi Harga DMO Batu Bara, Ini Kata PLN

"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, pada acara Sosialiasi Kebijakan Pemenuhan Batu bara dengan pengusahan batubara di Jakarta, Sabtu (1/1/2022).

"Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam."

"Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang." 

Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur lebih spesifik tentang kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, minimal 25 persen dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar 70 dollar AS per metrik ton.

Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan kepada para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya untuk memasok ke PLN. Namun, kata Ridwan, realisasi pasokan batu bara setiap bulan ke PLN justru dibawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.

Menurutnya, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi. Untuk itu Ridwan menegaskan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri.

"Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35.000 MT atau kurang dari 1 persen. Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com