Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erick Thohir Ungkap Garuda Suka Beli Pesawat Lebih Dulu daripada Memetakan Rute Penerbangan

Kompas.com - 12/01/2022, 06:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan ada kebiasaan yang salah dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saat membeli pesawat. Kebiasaan itu pada akhirnya berdampak pada krisis keuangan perusahaan.

Ia mengatakan, manajemen lama maskapai pelat merah tersebut suka membeli pesawat terlebih dahulu ketimbang menentukan rute penerbangan.

Baca juga: PLN Batubara Terancam Dibubarkan, Erick Thohir: PLN Nanti Dibuat 3 Subholding

Padahal, kata dia, seharusnya perusahaan memetakan terlebih dahulu rute penerbangannya, baru membeli pesawat yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi rute.

"Setelah kami dalami, banyak pembelian ini, hanya beli pesawat, bukan justru rutenya yang dipetakan lalu pesawatnya apa. Jadi ini malah pesawatnya dulu, baru rutenya," ungkap Erick dalam wawancara di Sapa Indonesia Malam KompasTV, Selasa (11/1/2022).

Baca juga: Erick Thohir: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Bukan Tuduhan, Kami Serahkan Bukti

Menurut dia, kebiasaan yang salah saat pembelian pesawat itulah yang terindikasi adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh manajemen lama Garuda Indonesia.

Teranyar, Erick melaporkan dugaan tindakan korupsi pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 tahun 2013 ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Dugaan korupsi ini dilakukan di era Direktur Utama Garuda Indonesia berinisial ES.

Ia melaporkan tindakan korupsi itu berdasarkan hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kemarin kami sudah koordinasikan dengan Kejaksaan. Nah, hari ini kami resmi memberikan laporan secara audit investigasi," kata Erick.

Baca juga: Bos Garuda Indonesia Dukung Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat


Persoalan lainnya, lanjut dia, Garuda Indonesia kebanyakan membeli atau menyewa pesawat dengan jenis yang berbeda-beda. Alhasil, penanganan perawatannya pun berbeda-beda dan membuat biaya perawatan jadi membengkak.

Erick mengungkapkan, Garuda Indonesia sempat beroperasi dengan 200 pesawat, yang kemudian turun menjadi 142 pesawat. Setelah terpukul akibat pandemi, jumlahnya kian berkurang menjadi kini beroperasi dengan 35 pesawat.

Di sisi lain, kata dia, manajemen lama juga banyak menyewa pesawat dari para lessor dengan harga yang tinggi atau kemahalan dibandingkan harga rata-rata di pasaran.

Baca juga: Ini Kronologi Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat ATR di Garuda

"Jadi Garuda itu, lessor kita termahal mencapai 28 persen, sedangkan pesawat-pesawat maskapai lain itu 8 persen. Lalu Garuda banyak jenis pesawatnya sehingga operasionalnya pun lebih mahal," jelasnya.

Ia mengatakan, permasalahan di internal Garuda Indonesia itu semakin memburuk ketika pandemi Covid-19 membuat industri penerbangan terpukul. Oleh sebab itu, Erick menilai, pandemi menjadi momentum perbaikan di tubuh maskapai pelat merah itu.

Saat ini. Garuda Indonesia sendiri dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara sebagai upaya restrukturisasi untuk mendapat homologasi berkekuatan hukum dengan para lessor dan kreditur.

"Maka, justru dengan kondisi Covid-19 ini, bagus kita mengintropeksi seluruh bisnis model yang ada di Garuda," pungkas Erick.

Baca juga: Erick Thohir: Kasus Dugaan Korupsi Garuda Tak Ganggu Proses Restrukturisasi

Sebagai gambaran, Kementerian BUMN mencatat, hingga akhir September 2021, utang Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS).

Secara terperinci, liabilitas atau kewajiban Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS. Selebihnya ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

Secara teknis, Garuda Indonesia pun sudah dalam kondisi bangkrut, tetapi belum secara legal. Hal itu karena maskapai milik negara ini punya utang yang lebih besar ketimbang asetnya, sehingga mengalami ekuitas negatif.

Garuda memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 milliar dollar AS, di mana liabilitasnya mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.

Baca juga: Erick Thohir Sebut Kasus Dugaan Korupsi Garuda Indonesia Saat Posisi Dirut Dijabat ES

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com