Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Endus Aroma Persekongkolan Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng

Kompas.com - Diperbarui 13/01/2022, 06:26 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia. Hampir tiga bulan, lonjakan harga minyak masak di dalam negeri melesat tanpa kendali.

Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global. Sejak dua bulan terakhir, minyak goreng juga berkontribusi besar terhadap inflasi.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (12/1/2022).

Baca juga: Minyak Goreng Mahal Asalnya dari Sawit yang Ditanam di Tanah Negara

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan. 

Indikasi kartel paling tampak dari lonjakan harga minyak goreng, lanjut Tulus, adalah kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan. 

Di sisi lain, selama ini minyak goreng yang beredar di pasaran juga dikuasai oleh segelintir perusahaan besar. 

"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," terang Tulus.

Baca juga: Seberapa Kaya Konglomerat yang Menguasai Minyak Goreng di Indonesia?

Kalau pun kenaikan harga dipicu lonjakan permintaan, hal itu bukan alasan mengingat Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berlalu, namun harga minyak goreng masih saja tinggi. 

Terlebih, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Untuk pasar ekspor, produsen minyak sawit bisa berpatokan pada harga internasional.

Harga minyak CPO di pasar dunia yang tengah melonjak, tidak bisa jadi alasan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri. 

Ilustrasi harga minyak goreng mahalMuhammad Idris/Kompas.com Ilustrasi harga minyak goreng mahal

Harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Baca juga: Di Malaysia, Minyak Goreng Dijual Rp 8.500/Kg

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus.

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com