KOMPAS.com - Nasib suram PT Garuda Indonesia (Persero) nampaknya belum akan mereda. Setelah laporan keuangannya berdarah-darah karena terus merugi, dugaan korupsi di masa lalu satu per satu kini mulai diungkap ke publik.
Selama beberapa waktu terakhir, BUMN maskapai penerbangan ini harus menghadapi berbagai macam gugatan dari pihak lessor. Kalah di pengadilan, Garuda bisa berujung pada pailit.
Teranyar, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam penyewaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Pengadaan itu melibatkan jenis pesawat ATR 72-600.
Adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, yang melaporkannya langsung dugaan KKN itu ke Kejagung. Ia bilang, korupsi ini dilakukan oleh manajemen lama maskapai pelat merah tersebut.
Baca juga: Korupsi Gerogoti Garuda, Dulu Terbangkan 200-an Pesawat, Kini Sisa 35 Pesawat
Erick Thohir mengungkapkan, kasus korupsi itu terjadi di bawah kepemimpinan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia berinisial ES. Hal itu berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Untuk (pembelian) ATR 72-600 ini di tahun 2013. Jadi kalau yang ATR ini masih inisial ES dari hasil laporan audit investigasi," ujarnya dikutip dari Live Streaming Kompas TV, Rabu (12/1/2022).
Inisial ES ini bisa jadi merujuk pada nama mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar. Erick Thohir sendiri mengklaim sudah mengantongi beberapa bukti.
Erick Thohir mengatakan, penyertaan bukti ini membuktikan bahwa pelaporan tersebut bukanlah sebuah tuduhan. Menurut dia, sudah ada fakta-fakta dalam kasus pengadaan pesawat ATR 72 seri 600 dalam laporannya kepada Kejagung.
Baca juga: Ini Kronologi Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat ATR di Garuda
"Jadi bukan tuduhan karena kita bukan eranya saling menuduh. Tapi, mesti ada fakta yang diberikan," ucap dia.
Sosok Emirsyah Satar adalah eks pejabat Garuda yang sebelumnya juga telah tersangkut kasus korupsi. Emirsyah Satar saat ini diketahui masih mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Ia divonis 8 tahun penjara usai dinyatakan bersalah karena menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan melakukan pencucian uang dengan total Rp 87,46 miliar.
"Kami serahkan bukti-bukti audit investigasi, jadi bukan tuduhan, sudah bukan lagi era menuduh, tapi mesti ada fakta yang diberikan," ujar Erick Thohir.
Baca juga: Erick Thohir: Kasus Dugaan Korupsi Garuda Tak Ganggu Proses Restrukturisasi
Selain itu, Erick menyatakan, laporan tersebut tidak bertujuan untuk menghukum oknum di lingkungan BUMN, tetapi sebagai upaya memperbaiki tata administrasi secara menyeluruh di Kementerian BUMN.
Karena itu, Erick menegaskan bahwa sudah saatnya oknum-oknum yang ada di lingkungan BUMN dibersihkan.
"Saya rasa sudah saatnya memang oknum-oknum yang ada di BUMN harus dibersihkan. Inilah memang tujuan kita terus menyehatkan dari pada BUMN tersebut," tegas dia.
Dikutip dari Antara, proyek pengadaan pesawat ATR 72-600 melalui leasing atau lessor merupakan pengembangan kasus lama yang terjadi pada zaman mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Pada 2013, maskapai pelat merah itu menggarap proyek pengadaan 35 unit pesawat ATR 72-600 untuk melayani penerbangan jarak dekat di berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: Erick Thohir: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Bukan Tuduhan, Kami Serahkan Bukti
Kala itu, perseroan mendatangkan pesawat ATR 72-600 untuk melayani rute-rute penerbangan jarak tempuh kurang dari 900 mil laut, karena pesawat itu diklaim punya kapabilitas untuk menjangkau bandara-bandara kecil dengan landasan pacu kurang dari 1.600 meter.
Namun, seiring berjalannya waktu perseroan lantas mengembalikan pesawat tersebut kepada pihak lessor karena dianggap kurang cocok beroperasi di Indonesia.
Selain itu diduga, ada upaya penggelembungan (mark up) penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Pengadaan pesawat ATR tersebut masuk dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2009-2014 perseroan. Di mana pembiayaan untuk mendatangkan pesawat dilakukan dalam beberapa skema.
Baca juga: Garuda Indonesia Tawarkan Opsi Perpanjangan Jatuh Tempo Sukuk Senilai 500 Juta Dollar AS
Erick Thohir menyebutkan armada pesawat Garuda Indonesia sudah menyusut sangat drastis karena masalah keuangan.
“Total pesawat sebelumnya 200 lebih kalau tidak salah. Lalu karena ada berbagai macam problem saat ini tinggal 142 pesawat. Hari ini tinggal 35 pesawat. Sementara sisanya itu grounded dan dipegang leasing," kata Erick Thohir.
Jumlah pesawat terbang yang dimiliki Garuda saat ini bahkan jauh lebih sedikit dibandingkan anak usahanya, Citilink yang mengoperasikan 40 pesawat.
Hampir semua pesawat Garuda yang ditarik pihak lessor karena menunggak pembayaran sewa. Erick sendiri sempat menyebut ada beberapa indikasi korupsi dalam kerja sama penyewaan pesawat dengan lessor.
Baca juga: Bos Garuda Indonesia Dukung Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat
Dari ratusan pesawat yang tidak bisa terbang itu, beberapa di antaranya tidak bisa dikembalikan karena terikat oleh kontrak.
Erick berpandangan, persoalan yang membelit Garuda Indonesia jika tidak diselesaikan akan mengganggu ekosistem penerbangan nasional.
“Kalau ini tidak diselesaikan ekosistem penerbangan nasional bisa berbahaya. Akhirnya juga akan membebani konsumen,” ucap mantan Presiden Inter Milan itu.
Baca juga: Beredar Video Pesawat Garuda Kesulitan Mendarat di Iran, Dirut: Hoaks!
(Penulis: Yohana Artha Uly | Editor: Akhdi Martin Pratama, Yoga Sukmana, Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.